SOLOPOS.COM - Mbah Gotho, 146, berjalan di rumahnya di Dukuh Segeran RT 018/RW 008, Desa Cemeng, Sambungmacan, Sragen, Sabtu (27/8/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Manusia tertua asal Sragen, Mbah Gotho, merayakan ulang tahunnya yang ke 146 pada 31 Desember lalu.

Solopos.com, SRAGEN — Masih ingat dengan Mbah Gotho, warga Sragen yang diduga sebagai manusia tertua di dunia? Pria lanjut usia yang tinggal di Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, itu genap berusia 146 tahun pada 31 Desember 2016 lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati berniat memberikan kado untuk pria bernama lengkap Suparman Sodimedjo itu. Bupati sekaligus ingin belajar dari kesabaran orang yang diduga sebagai manusia tertua sedunia itu itu dalam menjalani hidup.

Ekspedisi Mudik 2024

Yuni, sapaan Bupati, nyaris tak ingat dengan sosok Mbah Gotho yang pada hari ulang tahun (HUT) ke-146 menjadi sorotan dunia. Mbah Gotho yang lahir pada 31 Desember 1870 mampu mengalahkan rekor manusia tertua di dunia dari Jepang yang berusia 112 tahun.

Mbah Gotho tinggal di wilayah Desa Cemeng, Kecamatan Sambungmacan, Sragen. “Ya, besok [hari ini] saya mau memberi kado untuk Mbah Gotho. Saya harus menyelesaikan pekerjaan dulu sebagai tindak lanjut pelantikan pejabat baru. Saya ingin lihat dulu beberapa persiapan usung-usung pindah. Setelah itu baru menuju ke rumah Mbah Gotho. Kejutannya apa, ya tunggu saja,” katanya kepada Solopos.com, Senin (2/1/2017) malam.

Yuni berniat ingin membikin seremonial untuk Mbah Gotho. Yuni ingin mengucapkan selamat dan mendoakan Mbah Gotho di hari ulang tahunnya. Ia tertarik dengan kesabaran Mbah Gotho yang patut diteladani oleh warga Bumi Sukowati.

Komandan Kodim 0725/Sragen, Letkol (Inf) Denny Marantika, juga ingin mengucapkan selamat ulang tahun untuk Mbah Gotho. Dia berdoa supaya Mbah Goto tetap sehat dan bahagia. Denny melihat Mbah Gotho yang hidup hingga usia seratusan tahun itu menunjukkan kekuasaan Tuhan.

Dandim juga menganggumi kesabaran Mbah Gotho yang tidak seperti orang pada umumnya. “Kesabaran Mbah Gotho itu patut diteladani. Beliau ini menikmati hidup yang diberikan Tuhan. Bersabar menjadi cara Mbah Gotho untuk mensyukuri nikmat Tuhan. Ketika ingin segera ajal menjemputnya, ternyata Mbah Gotho tidak lantas mengakhiri hidup dengan jalan pintas, seperti banyaknya kasus bunuh diri yang terjadi di berbagai tempat,” ujarnya.

Denny melihat ketika orang memilih jalan pintas untuk mengakhiri hidup biasanya karena faktor ekonomi atau faktor depresi sakit yang tak kunjung sembuh. Kalau hidup apa adanya seperti Mbah Gotho pasti akan terasa nyaman, tentram, dan damai.

Kesibukan Mbah Gotho hanya duduk di kursi di teras samping rumah. Kadang-kadang ia berbaring di amben kayu yang terletak berdekatan dengan dapur dan kamar mandi.

Hanya rokok yang setia menemaninya di kala sunyi menyelimutinya. Nisan keramik yang dipesan Suryanto, cucu Mbah Gotho, pada 1993 lalu masih diletakkan di teras rumah itu. Namun kendati nisan itu sudah tersedia 13 tahun lalu, Tuhan masih berkehendak lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya