SOLOPOS.COM - Triesanto Romulo Simanjuntak, dosen UKSW.

Kamis, 24 Februari 2022, Presiden Vladimir Putin menandakan babak baru kebijakan politik luar negeri Rusia terhadap Ukraina dengan menyatakan akan melakukan operasi militer khusus ke Ukraina. Setelah pernyataan ini, pasukan Rusia dan juga pesawat tempur Rusia mulai memasuki wilayah Ukraina. Tindakan ini kemudian mengundang beberapa kecaman dunia internasional terhadap Rusia yang menganggap kebijakan mereka ini mengindahkan prinsip diplomasi terbuka antar kedua negara tetangga.

Kita akan melihat awal mula konflik ini dimulai secara internal. Konflik bermula ketika Rusia mengakui deklarasi kemerdekaan yang dinyatakan oleh kelompok separatis di Donetsk dan Lugansk yang merupakan wilayah timur Ukraina yang berbatasan langsung dengan Rusia. Hal ini memicu friksi dan ketegangan antara kedua negara.

Kelompok separatis ini sebenarnya telah mulai hadir semenjak kejadian yang dikenal dengan aksi Euromaiden pada tahun 2014 di Kyiv yang membuat Presiden Yanukovach digulingkan oleh masyarakat Ukraina. Secara etika, tentu dukungan terhadap kelompok separatis di suatu negara oleh negara tetangga tidak dapat dibenarkan. Ini akan menimbulkan ketegangan di antara kedua negara.

Melihat konflik di Ukraina adalah pola yang sama seperti yang terjadi pada 2008 di Georgia yang melibatkan Rusia di dua wilayah yaitu Ossetia Selatan dan Abkhazia, serta tahun 2014 di Krimea, wilayah selatan Ukraina. Pada invasi militer Rusia di Georgia melalui Abkhazia dan Ossetia Selatan, Rusia pada saat itu mendukung kelompok separatis di dua wilayah ini untuk memerdekakan diri dari Georgia.

Pada tahun 2008, Rusia saat itu dipimpin oleh Presiden Dimitry Medvedev dan Vladimir Putin berada di posisi Perdana Menteri. Lalu Krimea adalah hasil penolakan terhadap kejadian aksi Euromaiden ketika masyarakat Ukraina di Kyiv kemudian menginginkan Ukraina lebih dekat kepada sekutu barat, Uni Eropa dan juga NATO.

Penggulingan Presiden Yanukovach yang merupakan imbas dari aksi ini kemudian membuat masyarakat Krimea memilih pandangan politik yang berbeda. Aksi dukungan terhadap hadirnya Rusia di Krimea oleh masyarakat sekitar membuat Putin pada saat itu mengirim pasukan mereka ke Krimea. Melalui referendum, kurang lebih 95% masyarakat Krimea sepakat untuk memerdekakan diri dari Ukraina.

Konflik-konflik ini tidak berdiri tunggal. Kehadiran dan pengaruh dari aliansi barat melalui NATO turut memiliki andil terhadap peningkatan skala eskalasi konflik ini. Pertemuan perwakilan anggota NATO pada 2008, yang dikenal dengan Bucharest Summit 2008 salah satu hasil pertemuan tersebut kemudian secara prinsip menerima lamaran aspirasi permohonan keanggotaan Georgia dan juga Ukraina.

Pasca-Bucharest Summit ini tidak lama setelah itu Georgia kemudian diinvasi oleh Rusia. Rusia tentu tidak hanya sekadar melihat NATO hanya sebagai sebuah organisasi internasional ‘penjaga perdamaian’ di kawasan Atlantik Utara. NATO merupakan sebuah organiasasi yang dibentuk pada saat Perang Dingin dan masih ada sampai saat ini.

Mulai 1999 hingga 2020 NATO kemudian melakukan penambahan anggota di sekitar wilayah Eropa Timur. Ini membuat Rusia dikepung oleh kehadiran negara-negara anggota NATO. Memang negara-negara yang menjadi anggota NATO adalah negara berdaulat yang berhak untuk menentukan pilihan politik mereka sendiri. Namun, perlu kita ketahui bahwa menjadi anggota NATO berarti memberi peluang untuk hadirnya konsentrasi militer pasukan NATO baik melalui kehadiran tentara maupun berbagai instalasi militer di kawasan tersebut, dan wilayah Rusia telah dikelilingi oleh NATO.

Kita kemudian sering mendengar istilah Ukraina adalah buffer state penting bagi Rusia di kawasan Eropa Timur. Buffer state sendiri mengandung arti bahwa sebuah negara menjadi sebuah negara penyangga yang otonom, bebas dari pengaruh negara manapun untuk menjaga stabilitas keamanan.

Di tengah gempuran penambahan anggota NATO, Rusia membutuhkan sebuah buffer state untuk menjaga kedaulatan negara mereka. Rusia berbatasan langsung di Eropa dengan beberapa negara seperti Finlandia, Estonia, Latvia, Lithuania, Belarusia, Ukraina dan Georgia. Dari ke-7 negara ini hanya Finlandia dan Belarusia yang kemudian tidak mau terlibat dalam keanggotaan NATO. Estonia, Latvia dan Lithuania kemudian telah menjadi anggota NATO dari tahun 2004.

Pada tahun 2008 melalui Bucharest Summit Ukraina dan Georgia kemudian secara de facto diterima oleh NATO, tentu Rusia menolak hal ini. Karena ini akan membuat semakin minimnya buffer state bagi Rusia.

Kembali ke Ukraina, sebenarnya pasca-Euromaiden tahun 2014 tidak hanya berhasil menggulingkan Presiden Yanukovach yang dikenal dekat dengan Rusia, namun juga konstitusi Ukraina diubah untuk diarahkan pada keinginan bergabung dengan aliansi Barat yaitu Uni Eropa dan NATO. Kita bisa melihat pilihan ini sebagai sebuah pilihan rasional yang sebenarnya dalam konsep negara berdaulat kemudian sah-sah saja. Paska kejadian Georgia 2008, negara-negara di sekitar Rusia tentu merasa bahwa faktor keamanan menjadi faktor penting.

Pendekatan diplomasi Rusia dengan negara tetangga yang notabene secara kekuatan militer jauh di bawah mereka dijalin dengan pendekatan yang ekspansionis dan cenderung ikut campur terhadap dukungan-dukungan kelompok separatis di negara tersebut.

Manajemen relasi hubungan internasional memerlukan trust di antara negara, terutama di antara negara tetangga. Apa yang kemudian dilakukan oleh Rusia dalam satu bulan terakhir memang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan sebuah negara, tidak ada yang dapat dibenarkan. Namun, Ukraina juga harus bisa menghadirkan kepercayaan lebih terhadap Rusia. Mau bagaimanapun, Rusia adalah negara tetangga langsung Ukraina dan secara kekuatan militer jauh di atas Ukraina.

Ukraina harus memastikan pada Rusia untuk tidak bergabung dalam keanggotaan NATO. Akan tetapi Rusia juga harus rela melepaskan Ukraina menjadi anggota Uni Eropa karena Ukraina membutuhkan skema kerja sama multilateral ini.

Sebagai negara dengan wilayah kedua terbesar di Eropa terutama dengan kekuatan sektor pertambangan, sayangnya secara GDP per kapita mereka jauh di bawah Kroasia yang juga merupakan negara merdeka di tahun yang sama dengan Ukraina namun telah menjadi anggota Uni Eropa semenjak tahun 2013. Karena Rusia tidak bisa menawarkan skema kerja sama ekonomi yang menarik bagi negara-negara di kawasan Eropa Timur.

Rekomendasi
Berita Lainnya