Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Salah satu siswa, Erna Duwiyani, terlihat fokus dengan aktivitas membatiknya. Sesekali dia meniup canting yang telah dicelupkan dalam malam. Kemudian dia mulai membatik dengan teliti dan sabar. “Kali ini, saya membuat batik dengan motif flora dan fauna. Dalam membatik harus sabar dan teliti,” jelasnya sambil terus membatik.
Dia menjelaskan proses dalam yang membatik pertama kali harus membuat desain. Jika desain sudah selesai dibuat, tinggal menggambar pola pada kain yang hendak menjadi media batik. Kemudian, proses membatik dilanjutkan dengan menggunakan canting dan malam. Setelah itu, kain batik diberi warna dengan teknik colet, dicelup dan dikeringkan. Kain batik kemudian dilorot [semacam direbus] supaya malam yang melekat menghilang. Langkah yang terakhir yakni dicuci dan dikeringkan.
Siswa yang lain, Melati Woro Ariningtyas Widi, mengaku akan membuat batik dengan warna dasar cokelat muda. “Saya suka dengan warna yang muda, untuk motifnya akan saya warnai dengan merah tua dan cokelat muda,” paparnya, Kamis.
Dia memilih kombinasi warna tersebut untuk kain batiknya, sebab antara warna dasar dengan motif harus memiliki perbedaan yang kontras. Hal ini dilakukan supaya motif batik terlihat jelas.
Ketika lulus kelak, dia ingin bekerja pada sebuah industri tekstil, terutama batik. Dia mengaku selama ini generasi muda sudah tidak begitu suka dengan aktivitas membatik. Meski demikian, antusias untuk memakai pakaian batik saat beraktivitas sudah cukup bagus.
Ketua Kompetensi Keahlian Produksi Kriya Tekstil SMKN 9 Solo, R Sigit Mulyadi, mengatakan motif batik memang ditentukan yakni kombinasi flora dan fauna. UPK tersebut digelar mulai Kamis-Sabtu (21-23/2/2013) di sekolah. “UPK ini digelar selama tiga hari, sebab sesuai dengan Prosedur Operasi Standar (POS), UPK dilaksanakan dengan waktu 24 jam,” kata Sigit.
Dia menjelaskan penilaian dalam UPK tersebut melibatkan dunia usaha dan industri (DUDI), akademisi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo dan guru internal. Hasil karya siswa tersebut bisa dijadikan pameran untuk mempromosikan sekolah. Penilai dari DUDI, Sri Uningsih, mengatakan penilaian utama dalam UPK kali ini lebih pada kerapian dalam batik. Selain itu, keindahan desain, proses pembuatan dan warna batik juga menjadi penilaian selanjutnya.
Sementara itu, Kepala SMKN 9 Solo, Sriyadi, mengatakan total ada 396 siswa kelas XII yang mengikuti UPK. Ratusan siswa tersebut berasal dari sembilan kompetensi keahlian, yakni Desain Produksi Kayu, Desain Produksi Logam, Desain Produksi Tekstil, Desain Produksi Seni Lukis, Tata Busana, Animasi, Desain Komunikasi Visual, Animasi, Multimedia dan Teknik Komputer dan Jaringan.