SOLOPOS.COM - Ilustrasi pilkada (Solopos-Dok.)

Solopos.com, JAKARTA — Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutus pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) digelar serentak mulai 2019, muncul usulan pemilu kepala daerah (pilkada) diselenggarakan dalam waktu yang sama. DPR pun memberikan lampu hijau.

Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto mengatakan pelaksanaan pilkada seharusnya juga dilaksanakan serentak guna menghemat biaya penyelenggaraan pemilu di Tanah Air. “Kalau penyelenggaraan pilkada dilepaskan dari pemilu serentak maka proses pelaksanaan pilkada tidak terkontrol dengan baik serta hubungan kepala daerah yang menang dengan DPRD bersifat transaksional,” kata Didik dalam diskusi Pemilu Serentak Versi MK dan Nasib Pilkada di Jakarta, Minggu (26/1/2014).

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Jika penyelenggaraan paket pemilu dilaksanakan serentak, mulai pilkada kabupaten-kota, provinsi; pemilu DPRD, DPD dan DPRD; serta pilpres maka dalam kurun waktu lima tahun hanya dilakukan pemilu sebanyak dua kali. Pemilu pertama digelar untuk memilih anggota DPD, DPR dan presiden-wakil presiden, sedangkan pemilu kedua bisa diselenggarakan dua tahun kemudian dapat dilakukan untuk memilih anggota DPRD dan kepala daerah.

“Sistem pemilu demikian dapat menghemat biaya, mengurangi beban penyelenggaraan dan memudahkan pemilih bersikap rasional. Selain itu dapat memperkuat partai politik,” jelasnya.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, mengatakan Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada DPR sedang mewacanakan penyelenggaraan pilkada serentak pada 2019 bersamaan dengan pelaksanaan pemilu serentak.
“Pertimbangannya adalah koalisi permanen saat itu sudah terjadi dari tingkat pusat sampai daerah, selain itu juga mengurangi konflik-konflik horizontal yang biasanya terjadi pascapilkada,” kata anggota panja tersebut.

Selain itu, ujar Nurul, ada harapan supaya partai politik tidak terlalu sibuk memikirkan calon kepala daerah di pilkada.
“Sehingga desain tentang calon-calon di pilkada itu sudah menjadi desain besar jauh sebelum pemilu legislatif dan pilpres dilaksanakan. Jadi satu paket, ini sebenarnya cocok dengan prinsip Golkar yang one united campaign [kampanye untuk partai, caleg, dan capres],” jelasnya.

Saat ini DPR dan pemerintah melakukan sosialisasi untuk revisi UU paket pemilu sehingga sesaat setelah RUU Pilkada disahkan, akan diperoleh gambaran mekanisme pelaksanaan pilkada serentak.

“Pada saat UU Pilkada, yang akan diketok palu pada 4 Maret mendatang, saat itulah kami akan mendapat gambaran bahwa pilkada serentak dilakukan mengikuti pemilu serentak,” ujarnya.

Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesian (LIPI) Siti Zuhro mengatakan penyelenggaraan pilkada sebaiknya tidak dilakukan serentak oleh seluruh daerah dalam waktu bersamaan. Perlu ada proyek percontohan untuk menguji sejauh mana kesiapan masing-masing daerah dalam menjalankan pilkada secara serentak. “Ketika pilkada dilakukan serentak di seluruh daerah maka nanti konfliknya juga akan serentak, juga sengketa. Maka perlu ada test case [uji kasus], per provinsi dulu baru diserentakkan di level nasional dan lokal,” kata Siti Zuhro.

Pelaksanaan pilkada secara serentak, ujar dia, bisa dilakukan di Provinsi Jawa Timur dengan 38 pemilihan bupati-wali kota dan satu pemilihan gubernur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya