SOLOPOS.COM - Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) memberikan pernyataan resmi terkait penggunaan cadar di kampus, Jumat (9/3/2018). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) memberikan pernyataan resmi terkait penggunaan cadar di kampus

Harianjogja.com, JOGJA – Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) memberikan pernyataan resmi di hadapan puluhan wartawan terkait penggunaan cadar di kampus tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baca juga : Usai Pembinaan dari Rektor, Begini Sikap Para Mahasiswi Bercadar di UIN Sunan Kalijaga

Pihak kampus menegaskan, tidak pernah membuat aturan melarang atau menganjurkan penggunaan cadar bagi mahasiswi namun mereka memastikan mahasiswa harus berpakaian secara syar’i.

Rektor UAD Kasiyarno memastikan sebagai lembaga di bawah Muhammadiyah, UAD memiliki keyakinan tertentu dalam akidah, termasuk cara berpakaian.

Terkait cadar pihaknya sesuai keputusan tarjih Muhammadiyah, bahwa UAD tidak pernah membuat aturan melarang pemakaian cadar. Pakaian syar’i memang jadi aturan. Namun semua mahasiswi wajib menggunakan pakaian secara syar’i atau menutup aurat.

“Dalam kehidupan kampus bagi mahasiswa pakaian harus syari. Kami tidak pernah melarang atau menganjurkan terkait pemakaian cadar. Maka di UAD tidak pernah ada larangan [memakai cadar],” terangnya kepada wartawan di Ruang Rektor Kampus 1 UAD, Semaki, Umbulharjo, Jumat (8/3/2018).

Meski demikian, Kasiyarno tidak menampik, ada potensi gangguan secara administratif ketika mahasiswi menggunakan cadar. Oleh karena itu, setiap kali pelaksanaan ujian, sebelum memasuki ruangan setiap mahasiswi bercadar harus membuka cadarnya di hadapan pengawas untuk disesuaikan dengan foto Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).

Cara itu juga diberlakukan saat proses penerimaan mahasiswa baru untuk menghindari perjokian.

“Kalau pakai cadar nggak kelihatan. Kami perlu verifikasi apakah yang masuk itu betul mahasiwa yang bersangkutan. Sehingga kemudian dicocokkan antara foto yang bersangkutan dan yang dikumpulkan. Kita masukkan di ruang tertentu oleh dosen perempuan,” ungkap dia.

Selain itu, bagi mahasiwa bercadar juga diwajibkan membukanya ketika mengikuti Praktik Perkuliahan Lapangan (PPL). Namun itu hanya berlaku di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Alasannya, praktik yang dilakukan adalah mengajar dalam kelas di suatu sekolah.

“Program PPL memang melarang yang bersangkutan pakai cadar. Masak jadi guru ditutup bagaimana bisa mengajar dengan bagus. pakai tutup kalau ngomong kan jadi nggak cetho. Kami melarang dalam hal praktek lapangan,” tegasnya.

Meski secara resmi belum melakukan pendataan, tetapi Kasiyarno berani memastikan jumlah mahasiswi UAD yang mengenakan cadar tidak sampai 20 orang. “Yang pakai cadar biasanya afiliasi dengan mahasiswa di luar UAD. Bisa dihitung dengan jari, sehingga tidak memberikan dampak yang signifikan,” tegasnya

Ketua Lembaga Pengembangan Studi Islam (LPSI) UAD Anhar Anshori dalam kesempatan itu menambahkan, sebagai kampus di bawah Muhammadiyah, UAD memiliki misi edukasi sains dan edukasi islam. Sejak 2003, UAD mulai melakukan Islamisasi kampus, konkretnya dengan penataan busana sesuai dengan syar’i.

Kemudian pada 2004 menetapkan ada empat prinsip busana mahasiswi yang tidak boleh dilanggar. Antara lain, menutup aurat, tidak transparan, tidak ketat karena selain bukan anjuran agama juga dari aspek kesehatan tidak baik dan berpakaian dengan tidak berlebihan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya