SOLOPOS.COM - Haryadi Sukamdani. Ist/Antara

Solopos.com, JAKARTA — Banyaknya tuntutan buruh, dari mulai minta tambahan uang koran, pulsa, hingga parfum bisa berpotensi memicu banyaknya perusahaan untuk gulung tikar karena tingginya beban pengeluaran.

Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mewanti-wanti, banyaknya tuntutan buruh ini bisa menyebabkan tutupnya perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Demikian disampaikan Wakil Ketua Kadin Bidang Kebijakan Publik, Fiskal, dan Moneter Hariyadi Sukamdani kepada detikFinance di Jakarta, Kamis (1/5/2014).

Ekspedisi Mudik 2024

“Ada-ada saja permintaan buruh (uang koran, pulsa, parfum), ini sudah ngawur. Sekarang saja sudah banyak perusahaan-perusahaan padat karya tutup, bagaimana nanti,” ujar Hariyadi.

Dia menjelaskan, banyaknya tuntutan buruh berdampak pada beban perusahaan terutama di sektor pada karya. Imbasnya, kata dia, tidak menutup kemungkinan perusahaan-perusahaan ini memilih untuk tutup daripada harus menanggung beban upah yang semakin tinggi.

“Nggak usah jauh-jauh, kita lihat yang paling berdampak dari kenaikan listrik itu kan perusahaan padat karya, mereka dari situ saja sudah keberatan, ditambah tuntutan macam-macam dari buruh, ini mereka mungkin akan pilih tutup,” jelas dia.

Kalangan pengusaha menilai tuntutan buruh sudah tidak masuk akal. Pernyataan tersebut mengacu pada permintaan kalangan serikat buruh yang kembali menuntut penambahan jumlah komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) untuk perhitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2015.

Para buruh mendesak jumlah KHL bertambah dari 60 item yang berlaku sekarang menjadi 84 item. Komponen yang akan ditambah dan dimasukan ke dalam KHL yang baru adalah biaya membeli koran, kebutuhan pulsa, hingga parfum dan lainnya.

“Sekarang kan komponen yang masuk KHL itu ada 60 item dan itu sudah memasukkan semua unsur yang jadi kebutuhan dasar, angka ini masih valid, sekarang mereka minta tambahan jadi 84 itu mereka asal ngomong, ngawur namanya. Dasarnya dari mana bisa sampai 84, malah mereka pernah minta sampai 122, kenapa nggak sekalian saja 200 begitu biar nggak nanggung,” ujar Wakil Ketua Kadin Bidang Kebijakan Publik, Fiskal, dan Moneter Hariyadi Sukamdani saat dihubungi detikFinance, kemarin.

Sejauh ini pengusaha memahami betul apa yang dibutuhkan para buruh dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Namun, kata Haryadi, hal ini tidak lantas dijadikan objek untuk menuntut permintaan di luar yang semestinya.

“Dulu saya adalah bagian di dewan pengupahan nasional jadi saya tahu persis apa permintaan dan yang dibutuhkan buruh. Kita juga sebagai pengusaha berusaha untuk bisa memberikan yang bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Segala aturan apa pun sama halnya dengan KHL harus ada mekanismenya. Ini permintaannya sudah ke mana-mana, dan saya yakin betul ini nggak akan dikabulkan,” jelas dia. (JIBI/SOLOPOS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya