SOLOPOS.COM - Ilustrasi Rapat Paripurna DPR. (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Tunjangan DPR yang akan mengalami kenaikan membuat DPR disorot. Menkeu diminta membatalkan SK kenaikan tunjangan DPR itu.

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Keuangan diminta segera membatalkan persetujuan kebijakan penaikan sejumlah tunjangan untuk 560 anggota DPR mengingat situasi ekonomi yang belum kondusif.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menegaskan Menteri Keuangan (Menkeu) harus segera melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan membatalkan persetujuan penaikan tunjangan itu.

Jika kenaikan tersebut tetap disetujui, dalam hitungan Fitra, setiap anggota biasa akan dapat memperoleh gaji take home pay sebesar Rp57 juta, wakil ketua alat kelengkapan/komisi mendapat Rp59 juta, serta ketua komisi dan alat kelengkapan dewan mendapat Rp60,5 juta.

Menurutnya, persetujuan kenaikan tunjangan DPR ini menunjukkan pemerintah masih tunduk di bawah keinginan politikus DPR. Sebelumnya, pemerintah juga menyetujui tunjangan mobil untuk DPR yang akhirnya dibatalkan sendiri oleh Presiden.

Selain situasi ekonomi yang belum kondusif, paparnya, ada banyak alasan yang bisa digunakan untuk membatalkan persetujuan penaikan tunjangan tersebut. “Seperti janggalnya usulan serta rendahnya kinerja DPR yang hanya menuntaskan dua RUU dari 39 RUU yang masuk dalam Prolegnas 2015,” katanya dalam keterangan resminya, Jumat (18/9/2015).

Hal senada juga diungkap oleh Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo. Dia mengatakan DPR sepakat untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut. “Pengkajian ulang itu belum terlambat karena belum disahkan untuk periode anggaran 2016 dan masih dalam pembahasan dengan badan anggaran [banggar] DPR.”

Saat ini, lanjut Firman, sejumlah fraksi di DPR tengah berupaya untuk menegosiasi ulang kebijakan tersebut dengan pemerintah. Pasalnya, kebijakan tersebut sama sekali belum mendapat persetujuan dari anggota yang biasanya dipaparkan saat sidang paripurna.

Firman sendiri mengaku tidak tahu atas kebijakan yang kian membebani APBN tersebut. “Saya tidak tahu bagaimana asal-usulnya. Yang tahu, ya Badan Anggaran, Badan Urusan Rumah Tangga [BURT], serta Sekretariat Jenderal DPR.”

Bahkan Ketua BURT Roem Kono, yang berada satu draksi dengan Firman, belum pernah memaparkan usulan penaikan tunjangan itu. Seharusnya, sebelum menyetujui usulan DPR tentang kenaikan tunjangan, pemerintah harus memikirkan kesesuaian dengan bujet periode 2016.

Menurutnya, pemerintah sendiri harus sadar untuk mencari momen yang tepat agar pengimplementasian kebijakan penaikan sejumlah tunjangan untuk anggota DPR bisa berada dalam situasi yang tepat. Wakil Ketua MPR Mahyudin yang juga tercatat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar kubu Agung Laksono pun berpendapat sama. “Penaikan tunjangan DPR itu kurang tepat timing-nya. Untuk itu, harus disesuaikan dengan kondisi keuangan negara.”

Belum Ada Sikap Fraksi DPR

Saat ini, usulan pembatalan kebijakan penaikan tunjangan tersebut sudah didukung oleh mayoritas anggota DPR dari seluruh fraksi. Namun demikian, hingga saat ini belum ada satupun fraksi yang secara tegas menyatakan sikap menolak. “Itu sikap masing-masing individu. Jadi biarkan saja. lihat saja nanti,” kata Dimyati Natakusumah, anggota BURT dari Fraksi PPP kubu Djan Faridz.

Jika ada yang mengembalikan selisih kenaikan tunjangan ke kas negara, paparnya, BURT akan memberikan piagam penghargaan. “Buktikan saja. Kalau menolak, ya kembalikan saja. BURT akan beri piagam penghargaan.”

Seperti diketahui, sesuai dengan SK Kementerian Keuangan No. S-520/MK.02/2015, tunjangan untuk 560 wakil rakyat tersebut akan naik dengan besaran yang cukup fantastis. Dalam SK tersebut, Tunjangan Kehormatan DPR diusulkan meningkat berdasarkan posisi anggota DPR RI. Ketua Badan/Komisi naik menjadi Rp11,15 juta dari Rp6,69 juta; Wakil Ketua Komisi naik menjadi Rp10,75 juta dari Rp6,45 juta; dan anggota naik menjadi Rp9,3 juta dari Rp5,58 juta.

Tunjangan Peningkatan Fungsi Pengawasan dan Anggaran juga naik sesuai denga posisi wakil rakyat. Ketua Komisi/Badan naik menjadi Rp7 juta dari Rp5,25 juta; Wakil Ketua Komisi naik menjadi Rp6 juta dari Rp4,5 juta; serta anggota naik menjadi Rp5 juta dari Rp3,75 juta.

Selain itu, Tunjangan Komunikasi Intensif juga diusulkan naik sesuai dengan jabatan wakil rakyat. Ketua Badan/Komisi menjadi Rp18,71 juta dari Rp16,46 juta; Wakil Ketua naik menjadi Rp18,19 juta dari Rp16 juta; serta anggota naik menjadi Rp17,67 dari Rp15,55 juta.

Adapun Bantuan Langganan Listrik dan Telepon diusulkan naik dengan komponen menjadi Rp5 juta dari Rp3,5 juta untuk listrik dan naik menjadi Rp6 juta dari Rp4,2 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya