SOLOPOS.COM - Kepala Kanwil DJP DIY, Yoyok Satiotomo (tengah) dan Kepala Rutan Jogja, Yudo Adi Yuwono (kanan), saat konferensi pers, Rabu (31/3/2021). (Harian Jogja/Herlambang Jati Kusumo)

Solopos.com, JOGJA -- Seorang direktur perusahaan konstruksi ditahan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) DIY karena tak membayar pajak senilai Rp5,5 miliar lebih. Wajib pajak itu berinsial AGS, 52, direktur PT AP.

AGS telah diserahkan ke Rumah Tahanan Kelas IIA Yogyakarta oleh KPP Pratama Sleman bersama Polda DIY pada Jumat (25/3/2021).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Kanwil DJP DIY, Yoyok Satiotomo, mengatakan penyerahan penanggung pajak tersebut terkait penyanderaan (gijzeling). “Saudara AGS merupakan penanggung pajak dari sebuah perusahaan yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan di KPP Pratama Sleman. AGS disandera karena perusahaannya memiliki utang pajak sebesar Rp5.506.346.116,” ucap Yoyok, Rabu (31/3/2021).

Ekspedisi Mudik 2024

Dalam proses penyanderaan, seluruh hak-hak telah dipenuhi meliputi tes kesehatan dan lain sebagainya. Termasuk juga memberi kesempatan untuk menjalankan ibadah. Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 19/1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19/2000, penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

Baca juga: Gelapkan 600 Meter Kabel KRL dan Buat Laporan Palsu, Pria Sleman Ini Dicokok Polisi

Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaan dilakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan serta dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Kepala KPP setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur.

Proses Penyanderaan

Utang pajak PT. AP bermula dari proses pengujian kepatuhan wajib pajak atas kewajiban PPh dan PPN sehingga ditetapkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Wajib pajak telah memanfaatkan haknya dalam perpajakan berupa pengajuan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang tidak benar. Kemudian Wajib Pajak mengajukan gugatan dan dikabulkan sebagian.

Atas utang pajak yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) tersebut, KPP Pratama Sleman melakukan tindakan penagihan dari penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, penyitaan dan lelang. Sebagai tahapan terakhir proses penagihan, berdasarkan izin yang telah dikeluarkan oleh Menteri Keuangan maka KPP Pratama Sleman melaksanakan penyanderaan. “Sudah mulai ada pendekatan dari keluarga saat ini, semoga segera dilunasi dan bebas,” ujarnya.

Baca juga: Covid-19 di Sleman Melonjak, 13 Kapanewon Masuk Zona Merah

Jajaran Kantor Wilayah DJP DIY berkomitmen untuk mengupayakan pencapaian target penerimaan pajak 2021 dengan tetap mengedepankan upaya persuasif kepada wajib pajak. Yaitu berupa penyuluhan hak & kewajiban wajib pajak, imbauan, pengawasan, dan konsultasi. Namun penegakan hukum atau law enforcement berupa pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan akan dilakukan sebagai upaya hukum terakhir.

Kepala Rutan Jogja, Yudo Adi Yuwono, membenarkan menerima seorang sandera dari DJP DIY. “Memang menyebutnya sandera, bukan narapidana. Jadi ada waktu enam bulan untuk membayar. Kalau belum bayar juga diperpanjang sampai satu tahun [perpanjangan enam bulan berikutnya],” ucap Yudo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya