SOLOPOS.COM - Abdi dalem membuat gunungan di Bangsal Kemagangan Kidul Kraton Jogja, Minggu (12/1/2014). (JIBI/Harian Jogja/Gigih M Hanafi)

Harianjogja.com, JOGJA-Setiap tahun, dalam rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Kraton Ngayogyakarta rutin melangsungkan tradisi grebeg. Ada tujuh gunungan yang akan dibagikan kepada masyarakat.

Sejak Idulfitri tahun lalu, jumlah gunungan bertambah. Semula hanya lima, yakni gunungan kakung, putri, gepak, dharat, dan pawuhan.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Jumlah gunung kakung lah yang ditambah menjadi dua, untuk diberikan kepada Puro Pakualaman dan Pemerintah Daerah DIY.

Prosesi penerimaan gunungan dari Kraton dimulai pukul 10.00 WIB, Selasa Pon 12 Maulud atau 14 Januari, lalu dengan prajurit yang berbeda, dua gunungan dibawa ke Puro Pakualaman dan Pemda DIY di Kepatihan. Lima gunungan sisanya diperebutkan di Masjid Besar Kauman.

Menurut Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat, Penghageng Tepas Dwarapura, dulu jumlah gunungan yang dikeluarkan Kraton ketika Grebeg Maulud dan Syawal cukuplah banyak. Sedekah itu dibagi- bagikan ke rakyat lewat para bupati monconegoro. Tidak diperebutkan seperti sekarang ini.

Para bupati dulu hadir dalam acara grebeg. Mereka duduk di bangunan pekapalan yang lokasinya berada di samping kanan kiri Alun-alun Utara untuk menunggu grebeg itu diserahkan di Masjid Gede Kauman, barat Alun-alun.

Mereka lalu mengambil bagian dari gunungan itu. Lalu membawanya ke pekapalan untuk dibagi. Lokasi pekapalan itu sekarang ini terbengkalai digunakan oleh pedagang kaki lima menyimpan perkakas dagangannya.

Penyelenggaraan grebeg semacam itu, menurut pria yang akrab disapa Romo Tirun masih berlangsung pada era Hamengku Buwono VII.

Perubahan penyelenggaraan grebeg berangsur-angsur berubah ketika Kraton berada di bawah kepemimpinan Hamengku Buwono IX.

Semenjak itu, gunungan dibagikan di komplek Pengulon yang lokasinya berada di utara Masjid Kauman. Gunungan itu dibagikan oleh para abdi dalem.

Di sinilah dimungkinkan awal mula masyarakat mulai berebut gunungan. Saat itu setelah para abdi dalem selesai mambagikannya, masyarakat tetap meringsek masuk dalam bangunan Pengulon itu untuk mengambil sisa-sisa gunungan.

Menurut Tirun, grebeg adalah sedekah Raja bagi rakyatnya. Itu adalah sebuah simbol bahwa seorang Raja itu harus mensejahterakan rakyatnya dengan banyak memberi. Makna ini diprasastikan dalam gerbang pintu masuk di Bangsal Kencana : Dana Pratapa. Artinya,” Kewajiban Raja mensejahterakan rakyat dengan banyak memberi dari pada menerima,” ungkap Tirun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya