SOLOPOS.COM - Tangkapan layar trailer film Badminton Racket Boys. (YouTube-The Swoon)

Solopos.com, SOLO--Beberapa waktu lalu dunia maya heboh lantaran drama Korea (drakor) Racket Boys dibayangi isu rasisme dan melecehkan Indonesia. Dalam sebuah adegan terdapat dialog yang disebut merendahkan panitia penyelenggara turnamen bulu tangkis di Indonesia.

Tudingan rasismen Racket Boys  ini muncul saat penayangan episode 5. Penonton Indonesia geram dan mengkritik SBS hingga menulis tuntutan permintaan maaf di media sosial stasiun televisi Korea Selatan tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tudingan rasisme dalam Racket Boys rupanya jadi perhatian juga oleh para pengamat dan ahli di Korea Selatan. Terlebih dua drama SBS yang sedang tayang mendapat komentar pedas soal rasisme hingga cultural appropriation (The Penthouse 3).

Baca Juga: Positif Corona, Sarah Viloid Dituduh Mempromosikan Covid-19

Ekspedisi Mudik 2024

CEO perusahaan Muam yang bergerak di bidang konsultan perusahaan produksi konten, Hyun Hae Ri, memberikan pendapatnya soal tudingan rasisme Racket Boys. Menurutnya, di era streaming, konten saat ini masih tetap sulit untuk memberikan batasan dalam drama fiksi antara elemen kreatif dan ketidakpekaan terhadap penggambaran budaya.

Menyoal isu rasisme Racket Boys, menurut Hyun Hae Ri, seperti dikutip dari The Korea Herald, dia menilai ada beberapa hal yang bisa dikatakan wajar terjadi dalam sebuah pertandingan. Bukan soal komentar tim Korea Selatan terhadap panitia penyelenggara di episode 5, tapi adegan ketika pendukung tim kandang meneriaki tim tandang.

"Hal itu biasa terjadi dalam pertandingan. Itu hanya tentang bagaimana fans merespons situasi dalam pertandingan olahraga dan kebetulan saja kali ini terjadi di Indonesia," katanya.

Baca Juga: Begini Komentar Scarlett Johansson tentang Black Widow

Hyun Hae Ri juga mengomentari bagaimana penggemar Indonesia mengkritik habis-habisan SBS pada episode Racket Boys yang kontroversial tersebut. Menurutnya, adegan tersebut tayang karena pihak tim produksi tidak benar-benar menyadari efek yang bisa timbul kemudian.

Menurutnya hal ini bisa terjadi karena popularitas drama Korea yang teramat sangat di Indonesia. Popularitas seperti ini menurut Hyun Hae Ri, justru bisa dijadikan pertimbangan ketika menciptakan konten ke depannya.

Sutradara dan profesor dari Nanyang Technological University Singapura, Heo Chul, berpendapat tim produksi konten di Korea Selatan sangat tertinggal untuk urusan kepekaan terhadap budaya ini. Bahkan menurut Heo Chul, bukan cuma tim produksi saja yang bermasalah, tapi masyarakat Korea Selatan secara umum.

Baca Juga: Begini Cara Isolasi Mandiri di Rumah Meski Fasilitas Terbatas

"Menurutku ini bukan cuma ketidakpekaan dan ketidakpedulian perusahaan produksi konten, tapi permasalahan nasional Korea Selatan yang masih tertinggal dibandingkan negara lain," katanya.

Nah agar isu rasisme tidak lagi membayangi Racket Boys, Heo Chul, menyarankan kepada produsen konten di Korea Selatan untuk memperluas keberagaman staf produksinya agar bisa kesalahan-kesalahan yang terjadi seperti di Racket Boys dan The Penthouse 3 tidak terulang.

"Kurangnya pemahaman tentang masalah keragaman budaya adalah masalah yang harus diatasi bersama oleh penonton domestik dan pembuat acara," tutup Heo Chul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya