SOLOPOS.COM - Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah. (Antara)

Solopos.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan kembali berdialog dan melakukan sosialiasi dengan pemangku kepentingan terkait mengenai perubahan mekanisme pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi saat usia pensiun 56 tahun.

Dialog akan difokuskan dengan serikat pekerja atau buruh, menyusul serangkaian protes yang mengemuka di kalangan masyarakat soal ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 2/2022 tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Sesungguhnya terbitnya Permenaker ini sudah melalui proses dialog dengan stakeholder ketenagakerjaan dan kementerian dan lembaga terkait. Walaupun demikian, karena terjadi pro dan kontra terhadap terbitnya Permenaker ini, maka dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan serikat pekerja atau buruh,” tulis Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap dalam siaran pers, Minggu (13/2/2022) seperti dilansir Bisnis.

Baca Juga: Menaker Tetapkan JHT Cair di Usia 56 Tahun, Aliansi Buruh Prihatin

Chairul juga menjelaskan perubahan skema pencairan manfaat JHT dilakukan karena pekerja akan memperoleh serangkaian manfaat jaminan sosial melalui program lain.

Untuk pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), terdapat program baru yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang akan memberi manfaat berupa uang tunai, pelatihan kerja dan akses informasi pasar kerja. Pekerja diharapkan bisa tertolong selama masa pencarian kerja dan memiliki peluang besar untuk mendapatkan pekerjaan baru.

Dengan hadirnya program JKP sebagai bantalan saat pekerja berhenti bekerja sebelum pensiun, Chairul mengatakan JHT dikembalikan kepada fungsinya sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja memiliki harta sebagai biaya hidup di masa tua atau ketika sudah tidak produktif lagi Oleh karena itu, sambungnya, sudah seharusnya manfaat JHT diterima oleh buruh saat memasuki usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). “Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang,” kata Chairul.

Baca Juga: Buruh Ancam Keluar Sebagai Peserta BPJS Jika Permen JHT Tak Dicabut

Dia menjelaskan, meskipun tujuannya perlindungan di hari tua, UU SJSN tetap memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, peserta yang membutuhkan dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46/ 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT dapat dilakukan apabila Peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun.

Adapun besaran sebagian manfaatnya dapat diambil yaitu 30 persen dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah atau 10 persen dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun. Dalam PP tersebut, telah ditetapkan pula bahwa yang dimaksud masa pensiun tersebut adalah usia 56 tahun.

“Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai,” ujarnya.

Baca Juga: PSI: Tinjau Ulang Permenaker JHT Cair Usia 56 Tahun!

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 2/2022 tersebut memang  menuai banyak protes terutama di kalangan pekerja.

Serikat buruh di Kota Solo meminta pemerintah mencabut Peraturan Menteri (Permen) Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Para buruh akan melakukan aksi peraturan yang menyengsarakan mereka itu tidak dicabut.

Hal itu disampaikan Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) ’92 Kota Solo, Endang Setiowati, Sabtu (12/2/2022). Ia mengaku sudah mulai berkoordinasi dengan serikat buruh lainnya di Solo untuk menindaklanjuti Permen tersebut. Namun saat ditanya apa aksi lanjutannya, dia belum bisa menjawab detail.

Jika Permen tetap dilanjutkan, buruh bisa saja memboikot BPJS Ketenagakerjaan dengan berbondong-bondong keluar sebagai peserta. “Ya BPJS kan seperti perusahaan lain juga. Jika tidak ada peserta, bagaimana mereka mau menjalankan perusahaan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya