SOLOPOS.COM - Trimo (JIBI/SOLOPOS/Trianto Hery Suryono)

Trimo (JIBI/SOLOPOS/Trianto Hery Suryono)

Sebagai seorang pegawai negeri, lelaki yang diangkat sejak 1960 itu tidaklah terus berdiam diri. Tugasnya sebagai pengamat hama membuat dirinya terus berpikir.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Apalagi, mayoritas petani di wilayah Eromoko dan Wuryantoro menyandarkan hidupnya pada dirinya. Dialah Trimo, pengamat hama di wilayah tersebut.

Saat berbincang-bincang dengan Espos, Minggu (20/11/2011), Trimo, PNS yang tak kenal lelah itu bercerita, pestisida organik buatannya itu berganti nama tiga kali. Pergantian nama dengan bahan bakunya. Dia mengaku telah berinovatif sejak 2008.

“Awalnya, pestisida buatan kami berbahan baku air seni manusia sehingga kami beri nama Urinsen (urine sendiri). Lama-kelamaan bahan baku tersebut sulit diperoleh sehingga kami beralih bahan baku dengan menggunakan urine sapi dan pestisida tersebut diberi nama Urinsa (urine sapi),” jelasnya.

Dari renungan itu, ayah dua anak ini melakukan percobaan. “Setiap malam kami termenung di halaman teras rumah. Kenapa saya tidak mampu mengubah pola pikir petani dan tidak mampu meringankan petani di saat butuh pupuk. Percobaan awal, pestisida tersebut kami berikan ke petani. Ternyata ada hasil dan petani cukup senang,” ujarnya.

Dikatakan olehnya, seiring dengan meningkatnya permintaan akhirnya pestisida organik yang dibuatnya, kini diberi nama Pesto (pestisida organik plus). Artinya selain pestisida juga mengandung pupuk.

“Kami berharap temuan kami bisa mendorong petani untuk mandiri. Kebutuhan pupuk dan pestisida bisa dicukupi sendiri dan tidak tergantung pabrik atau kimis. Karena bahan baku bisa dicari di lingkungan sekitar.”

Bahan baku itu, adalah empon-empon, jahe, laos, kunir, temulawak, temu ireng, daun pace, lombok dan lombok jamu. Menurutnya, penggunaan pestisida organik mampu mengurangi kebutuhan pupuk kimia sekitar 30%-40%.

“Dari hasil uji coba tersebut, kami menyimpulkan serangan hama terjadi karena musuh alami musnah. Satu-satunya cara agar muncul kembali musuh alami adalah melakukan perbaikan unsur tanah, salah satunya dengan memanfaatkan bahan organik.”

Diakuinya, banyak petani yang malas sehingga menggantungkan kebutuhannya dengan cara membeli.

“Produk yang kami hasilkan tidak selamanya dibayar tunai. Terkadang petani membayar saat panen. Sekarang, kami mampu memproduksi 1.250 botol ukuran air mineral satu liter dengan harga Rp 15.000/botol.”

PNS yang tinggal tiga tahun pensiun itu, berprinsip langkah yang dilakukan memberi manfaat bagi orang lain.

“Seorang PPL itu bisa diibaratkan seperti tentara yang diberi senjata namun tidak ada peluru. Artinya, pengalaman selalu dimiliki namun jika tidak mau mengembangkan pemikirannya tidak akan bermanfaat kepada petani.”

(Trianto Hery Suryono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya