SOLOPOS.COM - Espos/Eri Maryana

Espos/Eri Maryana

Setiap orang tentu pernah mengalami peristiwa buruk atau luar biasa dalam hidupnya yang membekas bahkan meninggalkan trauma. Peristiwa itu membuat seseorang merasa terbelenggu karena sering kali mengusik pikiran dan perasaan walau peristiwa itu sudah terjadi lama. Inilah yang banyak diidentikkan sebagai bentuk trauma yang mendalam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jika trauma itu berlangsung sesaat tentu belum mengganggu. Jika berkepanjangan dan mengganggu aktivitas, sebaiknya segera dikonsultasikan ke psikolog, psikiater atau tenaga medis lain yang membantu menangani gangguan kejiwaan. Tidak mudah melakukan terapi untuk mengatasi trauma. Ada beberapa tahapan yang perlu dilewati. Seperti penuturan Dwi, ayah satu anak yang mengalami trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami dua tahun lalu.

Ekspedisi Mudik 2024

“Setelah mengalami kecelakaan parah bahkan sampai patah tulang, saya jadi trauma naik kendaraan, apalagi kalau melewati jalan raya yang ramai. Kalau seperti ini terus saya bisa sakit jiwa,” lanjutnya.

Untuk mengatasi trauma itu, dia berkonsultasi dengan psikiater. “Saya diminta melakukan terapi musik untuk menenangkan diri. Selama dua bulan, saya mendengarkan CD musik yang memberi perasaan tenang, mungkin semacam hipnoterapi lewat musik,” tutur Dwi, 36, warga Malangjiwan, Colomadu, Karanganyar.

Berbeda dengan yang dialami Janu, 40, lajang yang bekerja sebagai PNS di Pemkot Solo ini mengalami trauma setiap malam. “Saya tidak bisa tidur tiap malam, awalnya  saya pikir insomnia. Tapi saya melihat kejadian aneh seperti halusinasi yang hebat sampai mengganggu kejiwaan saya,” kata Janu.

Untuk mengatasi gangguan kejiwaan yang dialaminya, Janu berkonsultasi ke psikiater secara berkala.  “Awalnya saya pesimis dan hampir menyerah karena bertahun-tahun saya melakukan terapi ke psikiater, juga minum obat tidur tiap malam.”

Selain itu, Janu juga mendekatkan diri kepada Tuhan dengan nyantrik di pesantren setiap akhir pekan. “Kalau hari libur saya menepi ke pesantren,” lanjut pemuda yang memilih tinggal sendiri di rumah kontrakan.

Trauma akibat ingatan buruk yang terjadi bertahun-tahun bisa bersifat merusak. Setelah mengatasi trauma mental akibat pelecehan seksual yang dialaminya sewaktu duduk di bangku SD, Kiki (bukan nama sebenarnya), 15, menjadi anak pendiam dan introvert.

“Anak saya sekarang susah bergaul, lebih suka menyendiri di kelas. Namun hal ini tidak berlangsung lama karena saya bawa anakku ke psikolog anak untuk membantu masalahnya,” kata Indria (bukan nama sebenarnya), ibunda Kiki.

Konsultasi rutin yang dilakukan dua kali dalam sepekan selama enam bulan ternyata bisa membangkitkan gairah dan kepercayaan diri anaknya. “Semua memang butuh proses yang tidak sebentar tapi saya bersyukur anak saya sudah mau bergaul lagi dengan teman sebayanya di sekitar rumah,” ungkap Indria.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya