SOLOPOS.COM - Terminal Giwangan, Kota Jogja. (Harian Jogja-Sirojul Khafid)

Solopos.com, JOGJA — Permasalahan minimnya minat masyarakat terhadap transportasi umum memang terjadi di berbagai daerah. Permasalahan ini juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, masyarakat kurang berminat terhadap angkutan umum. Justru masyarakat lebih tertarik pada penggunaan kendaraan pribadi.

Kondisi ini tentu menjadi permasalahan tersendiri dan menimbulkan jalanan di DIY, terutama Kota Jogja, mengalami kepadatan kendaraan. Padahal, transportasi publik sempat ngetren di DIY pada tahun 1980-an.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Peneliti Senior Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM), Muslih Zainal Asikin, mengatakan pada tahun 1980-an, transportasi publik DIY pernah berjaya. Pada waktu itu, jumlah bus di DIY mencapai 600-an unit. Namun, jumlah bus tersebut semakin turun. Bahkan saat ini tidak ada seperempatnya.

Menurut Muslih, kemudahan akses kepemilikan kendaraan pribadi membuat orang-orang berbondong-bondong membeli mobil dan sepeda motor.

“Secara kuantitas transportasi publik berkurang. Kendaraan pribadi naik. Kepemilikan motor gampang,” ucapnya kepada Harianjogja.com (Solopos Media Group), Selasa (13/12/2021).

Baca Juga: Kepala SMPN 2 Ngemplak Ungkap Kronologi Sejumlah Siswanya Kesurupan di Bali

Kondisi ini sudah semestinya diperhatikan Pemda DIY dan mengembalikan budaya bertransportasi publik. Muslih mengatakan Pemda DIY bisa melakukan berbagai langkah untuk mengembalikan budaya bertransportasi publik itu.

Dia menyebut diperlukan klaster dalam penataan wilayah. Bangunan yang sudha terlanjut tidak perlu diubah, namun ke depan harus ditata.

Misalnya ada klaster sekolahan, kalster perkantoran, klaster perbelanjaan, dan lainnya. Menurutnya, jika penataan klaster itu lebih tertata tentunya pembuatan rute untuk transportasi akan lebih mudah diatur.

“Ke depan yang namanya tata ruang harus dibuat klaster yang benar. Rutenya susah kalau orang tinggal di mana-mana, kan susah ngatur rutenya,” jelas Muslih.

Baca Juga: Tertimbun Tanah Longsor, Jalan Menuju Pantai Siung Gunungkidul Sempat Terputus

Terkait dengan rute, kata dia, DIY pernah gagal karena memindahkan terminal. Seperti diketahui Terminal Umbulharjo ditutup dan dipindahkan ke Terminal Giwangan. Padahal penduduk DIY paling banyak ada di wilayah Utara dan Timur. Sehingga, menurut Muslih, Terminal Giwangan memang kurang efisien.

“Jogja salah satunya pernah gagal karena terminal dipindah. Harusnya angkutan umum seperti enggak ada terminalnya, kalau ngomongin Jogja misalnya Alun-Alun Utara, BI, Kantor Pos disediakan lahan saja untuk orang naik dan turun saja, bukan garasi,” ucap dia.

Sayangnya, hal ironis justru dilakukan pemerintah. Di satu sisi pemerintah mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi publik, tetapi di sisi lain pemerintah juga memudahkan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi.

Saat pandemi Covid-19 melanda dan pembelian kendaraan menurun, pemerintah kemudian mengeluarkan stimulus pajak mobil baru nol persen. Lalu ke depan pemerintah juga akan memberikan stimulus untuk pembelian kendaraan listrik.

Baca Juga: Gara-Gara Bermain Sesajen, Sejumlah Siswa SMP Sleman Kesurupan di Bali

“Apakah pemerintah gak bolehkan orang punya kendaraan listrik? Boleh. Tetapi jangan difasilitasi berlebihan. Sampai kapan pun kendaraan umum gak berkembang,” kata Muslih.

Muslih lantas mencontohkan, transportasi publik di Jakarta yang mulai terintegrasi membuat masyarakat mulai beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan publik. Namun, di DIY justru kebalikannya. Padahal menurutnya, pada 1980-an DIY lebih bagus dari Jakarta.

“Tahun 1980-an mahasiswa UGM hampir 20.000-an di Bulaksumur. Sebelum kampus-kampus lain pindah ke sana. Tempat parkir kosong kok. Sekarang lihat tempat parkir UGM, penuh sesak.”

Dia menjelaskan, ada banyak cara menekan penggunaan kendaraan pribadi. Misalnya dengan membatasi akses kendaraan pribadi dan parkir.

“Contoh sederhana Malioboro ditutup jam berapa itu. Coba dong Malioboro boleh dimasukin asal kendaraan umum. Pembatasan misalnya hari tertentu perkantoran gak ada kendaraan pribadi. Kalau terpaksa kendaraan pribadi harus di luar kantor. Mulai dari situ saja, parkir dipersulit,” paparnya.

Berita ini telah tayang di Harianjogja.com dengan judul Transportasi Publik di DIY Tak Laku, Pengamat: Persulit Akses Kendaraan Pribadi!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya