SOLOPOS.COM - Puluhan sopir angkuta yang tergabung dalam Paguyuban Angkuta Sragen menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sragen, Kamis (24/3/2016). Mereka menuntut supaya DPRD membuat perda betor. (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Transportasi Sragen, puluhan sopir angkuta memprotes keberadaan becak motor.

Solopos.com, SRAGEN — Sebanyak 65 sopir angkutan umum perkotaan (angkuta) jalur 01, 02, dan 04 yang tergabung dalam Peguyuban Angkuta Sragen mendatangi Gedung DPRD Sragen, Kamis (24/3/2016) siang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mereka menuntut kepada wakil rakyat agar membuat peraturan daerah (perda) pengaturan becak motor (betor). Aksi unjuk rasa yang didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sapu Gerang Sragen mengakibatkan pelayanan jasa angkutan umum dari Pilangsari, Ngrampal hingga Bulu, Sidoharjo terhenti selama 2,5 jam.

Aksi berlangsung sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 10.30 WIB. Mereka membawa mobil angkuta warna biru untuk memadati halaman Rumah Aspirasi Sragen.

Mereka membawa poster bertuliskan kecaman terhadap betor yang dianggap melanggar ketentuan UU No. 22/2009 dan tuntutan agar betor tak lagi beroperasi di Sragen.

Ketua Paguyuban Angkuta Sragen, Samiyo, saat ditemui Solopos.com di sela-sela unjuk rasa mengatakan operasional betor menganggu jalur trayek semua angkuta dan berdampak pada anjloknya pendapatan sopir angkuta.

Kelengkapan Surat

Keberadaan betor itu, bagi Samiyo, juga melanggar Pasal 48 ayat (2) UU No. 22/2009 yang mewajibkan kelengkapan surat-surat, lampu, dan perlengkapan lainnya. Persyaratan yang diatur dalam UU itu, kata dia, tidak dimiliki para pengemudi betor.

“Atas dasar itu, kami mendesak DPRD agar mengembalikan fungsi betor sebagai becak kayuh. Sebelumnya, kami sudah diundang Kapolres Sragen [Rabu (23/3) sore] untuk membicarakan persoalan betor. Kapolres justru mendukung agar betor diatur dalam perda yang diterbitkan DPRD,” ujar Samiyo.

Dia menyatakan selama aktivitas demo di DPRD semua pelayanan di sepanjang Pilangsari-Bulu berhenti dulu. Setelah aksi selesai, Samiyo menyampaikan semua sopir angkuta kembali bekerja seperti biasa. Samiyo mengancam akan menggelar aksi terus sampai tuntutan para sopir angkuta dikabulkan DPRD.

Ketua LSM Sapu Gerang Sragen, Sunarto, meminta DPRD untuk berpikir keras agar tidak terjadi konflik horizontal antara angkuta dan pengemudi betor.

Sunarto mendesak DPRD bisa memfasilitasi adanya win-win solution atau solusi yang adil untuk pihak angkuta dan betor. Dia mengingatkan para pengemudi betor juga orang Sragen dan mencari makan di Sragen. Sunarto menghendaki adanya kearifan lokal dipertimbangkan dalam membuat keputusan.

Sekretaris LSM Sapur Gerang Sragen, Eko Joko Priharyanto, menambahkan solusi yang dimaksud motor yang melekat pada betor dicopot dan kembali menjadi becak kayuh. Kemudian, Eko menyampaikan agar DPRD membuat perda larangan betor beroperasi.

“Perjuangan kami bukan sekadar trayek terganggu dan pendapatan berkurang tetapi juga memperjuangkan keselamatan para penumpang betor. Keselamatan mereka lebih penting karena betor tidak memenuhi standar kelaikan jalan dan uji tipe,” tambah dia.

Aspirasi mereka diterima pimpinan Komisi III DPRD Sragen, Husein Khusyaini, didampingi Kasatlantas Polres Sragen AKP Sukma, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Sragen Heru Martono, dan Kasi Operasional dan Pengendalian Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sragen Sukamto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya