SOLOPOS.COM - Ilustrasi angkutan umum perkotaan (Dok/JIBI/Solopos)

Transportasi Solo, sopir angkuta keberatan dengan rencana penerapan tarif seragam.

Solopos.com, SOLO — Sejumlah sopir angkutan umum perkotaan (angkuta) keberatan jika tarif angkuta diubah dari berbasis jarak menjadi sama (flat) seiring penerapan rute baru dan pengoperasian 41 angkuta pengumpan (feeder).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sopir angkuta, Agus Siswanto, keberatan dengan kebijakan Dinas Perhubungan (Dishub) Solo yang berencana mengganti tarif angkuta dari semula berbasis jarak menjadi flat atau seragam. Dia khawatir akan merugi jika menarik tarif penumpang dengan nilai seragam.

Ekspedisi Mudik 2024

Agus menilai penerapan tarif flat kurang menguntungkan sopir angkuta mengingat kapasitas penumpang angkuta terbatas, tidak seperti bus Batik Solo Trans (BST). “Menurut standard operational procedure feeder yang masih dalam pembahasan, tarif angkuta rencananya diubah menjadi flat. Saya keberatan dengan hal itu mengingat kapasitas penumpang angkuta atau feeder cuma 12 orang. Sebagian besar penumpang apalagi kalangan pelajar rencananya hanya ditarik Rp2.000 per penumpang,” kata Agus saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (9/3/2017).

Agus siap menyepakati tarif seragam jika Pemerintah Kota (Pemkot) Solo memberikan subsidi bagi para pemilik atau sopir angkuta. Dia menyampaikan Pemkot bisa memberikan subsidi berupa uang kepada sopir angkuta untuk membeli sepertiga sampai setengah dari pengeluaran biaya pembelian bahan bakar minyak (BBM). Menurut Agus, sopir rata-rata menghabiskan 10 liter premium/hari.

“Lebih enak tarif angkuta berdasarkan jarak. Saya yakin penumpang jarak dekat tidak mau jika harus ditarik tarif flat Rp4.500/orang. Selama ini penumpang umum yang menempuh jarak dekat bayar Rp2.000-Rp3.000/orang, jarak menengah Rp4.000-Rp5.000/orang, sedangkan jarak jauh Rp6.000-Rp7.000/orang. Mereka sudah paham soal tarif jauh-dekat. Bahkan kami tidak pernah lagi menarik nominal lagi. Penumpang langsung memberikan uang,” terang Agus.

Sopir angkuta lainnya, Triyono, juga kurang sepakat dengan rencana penerapan tarif flat bagi penumpang angkuta maupun feeder. Dia memprediksi pendapatan sopir angkuta akan berkurang jika tarif penumpang umum hanya Rp4.500/orang dan pelajar Rp2.000/orang. Triyono mengaku bingung. Di sisi lain, apabila tarif flat dinaikkan, angkuta tidak lagi diminati penumpang.

“Belum ada kesepakatan soal tarif angkuta antara Dishub dengan pemilik angkuta. Selama ini baik-baik saja. Penumpang ada yang bayar Rp2.000 sampai Rp6.000 tergantung jaraknya. Penumpang saya rasa juga banyak yang keberatan. Contohnya, penumpang dari Terminal Tirtonadi yang mau ke Pasar Legi selama ini ditarik Rp3.000. Kalau ditarik Rp4.500 apa mau?” ujar Triyono yang juga ketua koperasi Trans Roda Sejati (TRS).

Triyono berharap Pemkot memberikan subsidi kepada sopir angkuta setelah pengoperasian rute baru dan menerapkan tarif penumpang secara seragam. Dia mengusulkan Pemkot menarik biaya sewa feeder kepada sopir tidak sampai Rp1,5 juta/tahun, melainkan Rp1 juta/tahun. Berdasarkan kesepakatan dengan Dishub, penerapan rute baru angkuta dimulai Maret 2017.

Saat dimintai konfirmasi, Kepala Dishub Solo, Hari Prihatno, menyebut Pemkot akan mengupayakan pemberian subsidi kepada sopir angkuta. Dia membenarkan ada rencana penerapan tarif flat bagi penumpang angkuta dengan nilai sama dengan tarif penumpang bus BST, yakni penumpang umum Rp4.500/orang dan pelajar Rp2.000/orang. Namun, penerapan tarif flat masih butuh kajian lebih lanjut.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya