SOLOPOS.COM - Unjuk rasa driver Gojek Soloraya, Kamis (22/3/2018). (Nicolous Irawan/JIBI/Solopos)

Pengamat menilai momentum mogok para driver ojek online harus dimanfaatkan pemerintah untuk memperbaiki transportasi umum.

Solopos.com, SOLO — Aksi mogok massal driver ojek online Gojek di Soloraya harus menjadi momentum bagi pemerintah daerah (pemda) di Soloraya untuk bertindak membenahi layanan angkutan umum di wilayah masih-masing.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan masyarakatlah yang kini dirugikan atas aksi mogok massal para driver Gojek di Soloraya. Masyarakat yang telanjur mengandalkan layanan ojek online karena tarifnya yang murah sekarang kelimpungan ketika para driver Gojek memutuskan off bid all service.

Menurut dia, pemda semestinya memanfaatkan momentum ini untuk meraih kembali hati masyarakat agar menggunakan angkutan umum yang disediakan pemerintah. “Saya bilang masyarakat kini telah tertipu karena merindukan trasportasi murah. Padahal transportasi murah itu bisa ada kalau berupa angkutan umum. Sayangnya kondisi angkutan umum kurang membaik, bahkan kian memburuk. Kewajiban pemerintah lah sesuai UU No. 22/2009 tentang LLAJ [Lalu Lintas dan Angkutan Jalan] untuk menyediakan angkutan umum yang murah,” kata Djoko kepada Solopos.com, Minggu (25/3/2018).

Baca juga:

Bukan hanya murah, Djoko menyampaikan pemda juga harus menyediakan angkutan umum yang mampu menjangkau setiap kawasan permukiman. Dia menegaskan ojek online maupun pangkalan atau konvensional tak bisa dijadikan angkutan umum.

Ojek hanya cocok untuk alat transportasi lingkungan. Alasan yang menyebabkan motor kurang cocok dijadikan sebagai angkutan umum tidak lain adalah tingginya risiko kecelakaan pada kendaraan roda dua ini.

Lebih jauh, menurut Djoko, ojek tak memenuhi standar angkutan umum baik dari segi keselamatan, keamanan, dan kenyamanan. “Pemda seharusnya jangan membiarkan juga sepeda motor jadi angkutan umum. Suatu kemunduran peradaban jika hal itu terjadi. Yang terjadi sekarang kan pengemudi ojek online malah jadi lowongan pekerjaan baru. Kalau untuk layanan food tidak masalah asal wilayah operasinya dibatasi. Ojek untuk oranglah yang menimbulkan persoalan dan perlu ditangani,” jelas Djoko.

Djoko menilai aksi mogok massal driver Gojek juga merugikan para driver sendiri. Mereka tak lagi memperoleh pendapatan dari pekerjaan itu. Apalagi sebagaian masyarakat telah menjadikan pekerjaan sebagai driver Gojek sebagai pekerjaan pokok sehari-hari.

Mau tidak mau, menurut dia, mereka harus menerima konsekuensi atas kebijakan manajemen Gojek yang telah menurunkan tarif minimum mitra dari Rp8.000/pelayanan menjadi Rp4.000/pelayanan. Djoko mengatakan para driver Gojek semestinya dari awal juga memahami ada kemungkinan terjadi perubahan kebijakan manajamen Gojek.

“Masyarakat jangan langsung terpesona dengan tawaran bisnis murah dan pendapatan besar dari swasta. Itu hal yang mustahil. Bila sudah terlanjut investasi seperti sekarang, rugilah, tidak ada yang bisa dituntut. Namanya subsidi tidak pernah ada dari swasta. Yang ada subsidi dari negara yang ada landasan hukumnya,” tutur Kepala Laboratoriun Transportasi Unika Soegijopranoto Semarang itu.

Objek Bisnis

Pengamat Transportasi dari Universitas Sebelasa Maret (UNS) Solo, Budi Yulianto, juga menilai keberadaan moda transportasi online seharusnya menjadikan lecutan bagi pemda untuk bisa menyediakan pelayanan angkutan umum yang andal dan mudah dijangkau masyarakat. Pemda tak boleh kalah dengan layanan ojek online yang notabene belum memiliki kepastian hukum.

Terkait aksi mogok massal para driver Gojek di Soloraya, Budi menilai hal itu semakin mengukuhkan fakta driver Gojek benar-benar hanya menjadi objek bisnis. “Saya kasihan pada mitra atau pengemudi sekarang. Pengemudi sebagai mitra tidak bisa berbuat banyak. Dalam kasus kebijakan terkait operasional moda online sepenuhnya ditentukan penyedia aplikasi layanan online,” tutur akademisi Fakultaltas Teknik UNS tersebut.

Seorang pengemudi angkutan kota, Aryadi, mengaku pendapatannya naik selama aksi mogok massal driver Gojek di Solo. Dia menarik penumpang lebih banyak per Kamis (22/3/2018) lalu hingga Minggu ini. Aryadi menyampaikan berkurangnya layanan ojek online menguntungkan para pengemudi angkuta yang notabene telah mematuhi standard operating procedure (SOP) dari Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya