SOLOPOS.COM - Sri Sumi Handayani (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) atau acute kidney injury (AKI) yang menyebabkan 141 orang meninggal. Ini data hingga Senin (24/10/2022). Kematian itu pada anak-anak berusia enam bulan hingga 18 tahun.

Data Kementerian Kesehatan menjelaskan kasus gagal ginjal akut mulai meningkat sejak Agustus 2022. Angka kematian sebelum Agustus normal dari tahun ke tahun, di bawah lima kasus. Pada Agustus 2022, kasus naik menjadi 36. Pada September 2022 naik menjadi 78 kasus dan pada pekan terakhir Oktober 2022 menjadi 141 kasus.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Data tersebut menunjukkan ada kematian akibat gagal ginjal akut, tetapi belum tentu semua akibat minum obat berbentuk sirop. Kasus kematian akibat gagal ginjal akut meningkat diduga karena mengonsumsi obat sirop paracetamol yang tercemar.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan hasil pemeriksaan 11 anak yang dirawat di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) karena gagal ginjal akut ternyata disebabkan senyawa berbahaya dalam tubuh mereka, yaitu ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).

Senyawa tersebut jika masuk ke tubuh berubah menjadi kristal tajam berukuran kecil sehingga dapat merusak ginjal. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut AKI disebabkan cemaran senyawa dalam obat sirop. Zat kimia berbahaya tersebut seharusnya tidak ada atau kalau ada pada komposisi obat sirop harus dalam jumlah kecil.

Baca Juga : Negara dan Kualitas Pelayanan BCA

Cemaran EG dan DEG pada obat sirop itu berasal dari empat bahan tambahan, yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol. BPOM tidak melarang empat bahan tersebut, tetapi menetapkan ambang batas aman cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menteri Kesehatan memastikan masyarakat terlindungi dari obat-obatan yang tercemar EG dan DEG. Pemerintah melarang tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan meresepkan obat-obatan dalam bentuk sirop untuk sementara waktu hingga pengumuman resmi pemerintah.

Kementerian Kesehatan mengumumkan 102 merek obat sirop “resmi” yang dilarang dijual di apotek karena BPOM masih menguji obat-obatan itu. Tim gabungan di pusat hingga daerah menindaklanjuti dengan inspeksi mendadak ke apotek-apotek. Pemerintah harus melakukan tindakan lebih dari itu agar masyarakat tenang dan aman.

Hasil pengujian obat-obatan itu mengejutkan. BPOM menemukan dua perusahaan melanggar aturan. Pemerintah memutuskan melaporkan dua perusahaan farmasi ke kepolisian lantaran memproduksi obat sirop mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.

Kandungan EG dan DEG dalam obat yang diproduksi dua perusahaan itu sangat beracun sehingga bisa mengakibatkan gagal ginjal akut. Banyak anak di Indonesia mungkin pernah minum obat-obatan tersebut dalam beberapa bulan terakhir karena cuaca akhir-akhir ini menyebabkan kondisi tubuh tidak fit. Beberapa orang menyebut sedang musim demam, batuk, dan pilek saat ini.

Baca Juga : Badan Usaha Milik Desa Bukan Sekadar Monumen

Bagaimana bisa dua perusahaan farmasi itu memproduksi sirop beracun atau kandungan EG dan DEG melebihi ambang batas? Ada yang menyebut terkait harga bahan tambahan untuk membuat sirop tersebut mahal sehingga perusahaan diduga melakukan berbagai cara untuk tetap berproduksi.

Pelajaran

Bagaimana bisa produk tersebut beredar bebas dan dikonsumsi masyarakat? Boleh kan saya menyebut pemerintah kecolongan? Pakar farmakologi dan farmasi klinik Universitas Gadjah Mada, Zullies Ikawati, menuturkan EG dan DEG adalah cemaran yang bisa dijumpai pada bahan baku pelarut obat sirop.

Pada paracetamol dan banyak obat lain yang sukar larut air diperlukan bahan tambahan. Biasanya menggunakan propillen glikol atau gliserin. Nah, bahan tambahan tersebut dimungkinkan mengandung cemaran.

Zullies mengimbau masyarakat tetap tenang dan tidak panik. Masyarakat harus mengikuti saran dari lembaga resmi pemerintah, seperti Kementerian Kesehatan, BPOM, asosiasi dokter, dan lainnya. Rekomendasi mereka sama: hindari minum obat sirop.

Baca Juga : Kolaborasi Membangun Wisata Kesehatan

Apabila anak-anak sakit demam sebaiknya mengonsumsi obat parasetamol dalam bentuk puyer, kapsul, tablet, suppositoria atau bentuk lain. BPOM pada Minggu (23/10/2022) menggelar jumpa pers menjelaskan kasus gagal ginjal akut tersebut berkaitan dengan penggunaan empat bahan tambahan untuk sirop obat. Jadi tidak berkaitan dengan kandungan paracetamol pada obat tersebut.

Sebagian masyarakat telanjur panik. Ada cerita salah seorang kawan saya yang anaknya sakit demam pekan lalu. Biasanya dia akan meminumkan obat berbentuk sirop yang disediakan di rumah. Sirop obat penurun panas menjadi obat yang wajib ada di rumah.

Kali ini dia memilih membuang semua sirop obat ke tempat sampah dan membawa anaknya ke salah satu rumah sakit besar di Kota Solo, Jawa Tengah malam itu. Kasus gagal ginjal akut sudah melanda 26 provinsi di Indonesia. Ini salah siapa? Apakah hanya produsen obat yang harus bertanggung jawab atau institusi yang mengawasi peredaran obat-obatan juga harus ikut bertanggung jawab karena kecolongan?

Saya setuju pemerintah memperketat pengawasan. Penting juga meminta pertanggungjawaban pihak-pihak terkait yang teledor hingga menyebabkan 141 orang meninggal. Semangatnya bukan hanya mencari siapa yang salah dari kasus ini. Ada pelajaran yang bisa dipetik pada masa depan: pengawasan produksi dan peredaran obat harus lebih ketat.

Pemerintah harus melakukan investigasi hingga tuntas untuk menjawab semua pertanyaan tersebut sehingga masyarakat paham. Pemerintah harus menjelaskan dengan benar dan tepat hal ihwal kasus ini. Obat berbentuk sirop ada dan digunakan sejak lama, tetapi baru kali ini menyebabkan masalah hingga banyak nyawa melayang.

Baca Juga : WSBK di Depan Mata dan Kabar Sirkuit Mandalika

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya