Young
Minggu, 23 Juli 2017 - 12:20 WIB

TRAGEDI BUNUH DIRI SELEBRITAS : Tekanan dan Depresi Iringi Popularitas

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi depresi (esquire.co.uk)

Arti sukses jamaknya adalah mendapatkan surga dunia: kekayaan, popularitas, hingga kenikmatan dan kenyamanan hidup. Ini memang hal-hal yang diinginkan banyak orang. Bak dua sisi mata uang, kehidupan glamor tersebut ternyata juga memiliki bagian gelap yang tak terungkap. Tekanan tanpa henti hingga mengakibatkan gangguan mental dan depresi adalah bagian sisi gelap “surga dunia” itu.

Hal itu mendorong sebagian di antara mereka akrab dengan alkohol dan narkotika, padahal dua zat yang mengakibatkan kecanduan itu berkemungkinan menghancurkan hidup. Akhirnya, beberapa dari mereka memutuskan meninggalkan kenikmatan dunia dengan bunuh diri.

Advertisement

Fenomena ini terjadi tak hanya di dunia selebritas Hollywood tapi juga di Korea Selatan. Salah satu yang paling anyar dan menjadi sorotan dunia adalah kematian Chester Bennington, vokalis grup band Linkin Park.  Lelaki berusia 42 tahun itu mengakhiri hidupnya pada 20 Juli lalu, tepat pada hari ulang tahun sahabatnya, Chris Cornel, vokalis band Sound Garden. Cornel juga meninggal karena bunuh diri pada Mei lalu.

Kematian akibat bunuh diri lebih tinggi di kalangan lelaki. Penyebab utamanya adalah stres berlebihan yang berujung pada depresi. Ketika diliputi depresi, sebagian laki-laki tidak mengetahui kepada siapa atau ke mana ia harus bercerita tentang tekanan yang sedang dihadapi. Data World Health Organisation (WHO) menjelaskan terjadi 804.000 lebih kasus bunuh diri di dunia setiap tahun.

Rerata kasus bunuh diri adalah 11,4 per 100.000 populasi, di mana tingkat kematian laki-laki mencapai tingkat 15,0 dibandingkan dengan perepuan yang hanya berkisar 8,0. Usaha untuk bunuh diri mungkin banyak dipikirkan oleh perempuan, tapi usaha tersebut bisa jadi gagal karena perempuan mempunyai rasa takut yang lebih tinggi. Pada laki-laki justru sebaliknya.

Advertisement

“Laki-laki lebih berani melakukan tindakan tersebut [bunuh diri],” tutur psikolog sosial, Endang Mariani Rahayu. Apa yang bisa dilakukan untuk mencegah? “Saat ini WHO tengah menggiatkan terapi interkoneksi atau mengobrol,” ujar Endang. Interkoneksi menuntut penjelasan mengapa stres, mengapa putus asa, atau bagaimana hidup selama ini dijalani. Dengan mengobrol dengan orang-orang terdekat atau teman-teman yang dipercaya dapat membantu mengurangi tekanan, menjadi saluran membuang tekanan.

Sifat atau gaya berkomunikasi laki-laki jamaknya lebih tertutup, namun komunikasi merupakan satu-satunya jalan keluar untuk menahan keinginan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif