SOLOPOS.COM - Ilustrasi menikah. (Freepik)

Solopos.com, BOYOLALI — Warga Dusun Jengglong, Desa Kadipaten, Kecamatan Andong, Boyolali, memiliki tradisi yang cukup unik terkait pernikahan. Pasangan yang menikah harus mengulang atau memperbarui (nganyari) akad nikah jika kebetulan ada tetangga dusun yang meninggal (kasripahan) pada hari yang sama.

Tradisi unik ini pernah diteliti sebagai studi kasus untuk bahan skripsi oleh Mahdi Salam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Salatiga pada 2019 lalu.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Dalam skripsi dengan judul Adat Nganyari Akad Nikah Karena Kasripahan Perspektif Hukum Islam karya Mahdi Salam itu disebutkan nganyari akad nikah atau dalam masyarakat Jawa disebut bangun nikah adalah suatu pelaksanaan akad nikah ulang oleh pasangan suami istri karena sebab tertentu.

Tradisi nganyari atau bangun nikah di Dusun Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, dilaksanakan jika akad nikah itu bersamaan dengan kasripahan (meninggalnya seorang warga dusun). Adat nganyari akad nikah itu konon sudah berlangsung sejak zaman nenek moyang.

Adat nganyari akad nikah itu merupakan bagian dari adat Jawa yang sudah ada sebelum Islam masuk ke Nusantara. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, adat nganyari atau mengulang akad nikah itu bertujuan agar kedua mempelai diberikan kesehatan, keselamatan, panjang umur, langgeng, dan tidak menjumpai hal-hal yang tidak diinginkan.

Sesuai adat, jika ada pasangan pengantin yang hendak melakukan akad nikah dan pada hari yang sama ada tetangga yang meninggal, akad nikah tetap dijalankan pada hari itu. Namun, pasangan yang menikah itu harus memberikan sedekah berupa kebutuhan pokok seperti beras, ayam, sayuran, dan kayu kepada keluarga yang kasripahan sebelum jenazah dikebumikan.

Hal itu sebagai ungkapan permohonan maaf atau rasa simpati kepada keluarga orang yang sedang dirundung duka. Selanjutnya, pasangan yang menikah itu mesti mengulang atau nganyari akad nikah.

Prosesi Nganyari Akad Nikah

Proses nganyari akad nikah ini bisa dilaksanakan segera ataupun ketika perkawinan sudah berjalan cukup lama dengan ketentuan telah lebih dari 35 hari sejak peristiwa kematian tetangganya. Hari akad yang kedua harus berbeda dengan hari akad nikah yang pertama.

Meski hari yang telah dipakai dalam akad pertama merupakan hari yang baik menurut perhitungan weton, hari tersebut dianggap sudah mengandung risiko-risiko karena bertabrakan dengan peristiwa kematian.

Nganyari akad nikah dalam tradisi di Dukuh Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, boleh dilakukan meski perkawinan sudah berjalan lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, karena risiko-risiko yang terjadi akibat perkawinan yang bersamaan dengan peristiwa kematian itu tidak serta-merta terjadi.

Prosesi nganyari akad nikah dilaksanakan di rumah pasangan yang akan melakukan pembaruan akad nikah. Akad dilaksanakan sebagaimana perkawinan pada umumnya.

Ada mempelai, wali, saksi, kemudian mempelai didudukkan bersama di hadapan penghulu sebagaimana perkawinan yang sebelumnya. Pelaku yang nganyari akad nikah diminta untuk mengucapkan syahadat sebelum melakukan ijab kabul.

Ada yang berpendapat nganyari nikah ini tetap ada mahar lagi karena mahar merupakan bagian dari perkawinan, namun ada juga yang mengatakan nganyari nikah ini tidak perlu ada mahar lagi.

Mengutip lampung.nu.or.id, hukumnya melakukan akad nikah ulang tanpa terjadinya cerai adalah boleh. Tujuannya untuk memperindah atau ihtiyat dan tidak termasuk pengakuan talak (tidak wajib membayar mahar).

Sedangkan menurut imam Yusuf al-Ardabili dalam kitab al-Anwar, mahar tetap wajib dibayar karena sebagai pengakuan jatuhnya talak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya