SOLOPOS.COM - Kirab gunungan dawet dan hasil bumi yang diarak warga Desa Banyuanyar dalam tradisi Udan Dawet di desa setempat, Jumat (14/10/2022). Tradisi udan dawet merupakan tradisi untuk meminta hujan. (Solopos/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALI – Tradisi udan dawet di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, diyakini warga telah ada sejak ratusan tahun. Tradisi ini diadakan untuk meminta hujan yang membawa keberkahan bagi masyarakat Banyuanyar.

Kepala Desa (Kades) Banyuanyar, Komarudin, mengatakan tradisi ini dilaksanakan tiap tahunnya di Sendang Mande Rejo.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Tradisi ini dilaksanakan dengan membuat kenduri yang berisikan dawet. Kemudian, dawet yang telah didoakan dilemparkan ke Sendang Mande Rejo.

“Kalau melihat sejarah petilasan keraton, kan ada Ki Ageng Yosodipuro, Ki Ageng Kebo Kenongo, Kebo Kanigoro, dan Ki Dadung Awuk. Bisa jadi Sendang Mande Rejo ini sebagai transit beliau untuk ritual para sesepuh dalam meminta hujan kepada Allah,” terang dia kepada wartawan saat ditemui di sendang tersebut, Jumat (14/10/2022).

Ia menjelaskan pelaksanaan tradisi Udan Dawet ini setiap Jumat Pon pada mangsa keempat.

Baca juga: Tradisi Udan Dawet Banyuanyar Boyolali sudah Ada Sejak Ratusan Tahun Lalu

Walaupun pelaksanaan udan dawet pada 2022 ini telah memasuki musim penghujan, Komarudin mengatakan tradisi ini tetap dilaksanakan dengan harapan dapat membawa hujan yang bermanfaat dan berkah untuk Desa Banyuanyar.

Dawet yang dibuat, jelas Komarudin, terdapat campuran santan, cendol, dan rasa manis dari gula jawa.

“Dari sisi ekonomi itu mengoptimalkan potensi lokal yang ada di sini. Dari sisi filosofi, beberapa komponen dalam dawet adalah wujud bhineka tunggal ika. Banyuanyar ini semua agama ada, semua budaya ada, jadi kami saling menghormati dan toleransi,” jelasnya.

Pelaksanaan tradisi udan dawet ini dimulai dengan kirab yang diikuti ribuan warga Desa Banyuanyar. Kirab dilaksanakan mulai dari Masjid An-Nur Dukuh Dukuh menuju Sendang Mande Rejo di Dukuh Bunder.

Peserta laki-laki memakai beskap dengan memikul gunungan dawet serta tenongan berisi makanan dan ayam ingkung.

Baca juga: Doa Kemakmuran di Balik Tradisi Rebutan Cendol di Desa Banyuanyar Boyolali

Kemudian, para peserta perempuan mengenakan kebaya sambil menggendong tomblok dan atau pikulan yang berisi dawet. Anak-anak SD juga ikut kirab dengan mengenakan seragam sekolah mereka.

Setelah sampai di Sendang Mande Rejo, warga duduk lesehan di sekitar sendang untuk berdoa. Kemudian, dawet dilemparkan ke Sendang Mande Rejo dilanjutkan warga makan bersama makanan dan minum dawet yang telah didoakan.

Setelahnya acara selesai, gunungan dibawa ke warga yang tidak mengikuti kirab. Terlihat anak-anak hingga orang dewasa bercampur baur mengambil dawet berwadah plastik yang disusun menggunung/ Kemudian, gunungan kedua yang berisi sayur-sayuran dan jajanan pasar juga diperebutkan.

Beberapa warga berusaha mengambil dawet lebih dari satu kemudian segera dibagikan ke warga yang lain. Beberapa lainnya juga terlihat mengambil beberapa dawet untuk dirinya sendiri.

Baca juga: Meriah! Kenduri Udan Dawet Banyuanyar Boyolali Diserbu Ribuan Warga

Salah satunya Sartini, 38, warga Dukuh Jumbleng, Desa Karanganyar, tersebut mengambil empat dawet untuk dibawa pulang.

“Yang tiga untuk diminum, yang satu untuk ditaruh di sumur. Berdasarkan kepercayaan leluhur itu biar air sumurnya tambah banyak,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya