Promosi Mendamba Ketenangan, Lansia di Indonesia Justru Paling Rentan Tak Bahagia
Kedatangan kerabat Trah Mangkunegara yang terdiri atas Ir KRH Hartono Wicitro Kusumo MM dan KRH Pangarsa Negara itu disambut dengan berbagai kesenian tradisi masyarakat setempat. Bersama warga dan para peziarah, kedua kerabat Mangkunegaran itu berjalan kaki mengikuti arak-arakan gunungan menuju petilasan Raden Mas Said atau Mangkunegara I atau yang lebih dikenal dengan Pangeran Samber Nyawa di puncak tertinggi Gunung Gambar sejauh 700 meter dari pintu gerbang.
Mangkunegara menyerahkan gunungan tersebut kepada juru kunci Gunung Gambar, Podo Winarno untuk kemudian didoakan sebagai sarana kenduri. Baru setelahnya, gunungan dan berbagai ubarampenya itu dibagikan kepada warga dan para peziarah untuk dimakan bersama-sama. “Sadranan ini awalnya merupakan kiriman makanan untuk Raden Mas Said yang bertapa selama masa perjuangan melawan penjajah Belanda dulu. Sekarang, upacara mengirim makanan ini diteruskan setiap pasaran Senin Legi di bulan Juli yang dihadiri pejabat kraton Mangkunegaran termasuk Mangkunegara IX,” jelas Iman Tiyoso, 93, yang pernah menjadi juru kunci Gunung Gambar selama 25 tahun.
Dalam setiap kali penyelenggaraannya, upacara adat sadranan selalu dibanjiri oleh para peziarah yang ingin ngalap berkah. Mereka tidak hanya berasal dari Gunungkidul saja, namun juga dari beberapa daerah seperti Klaten, Solo, dan beberapa daerah di Jawa Tengah. Tidak sedikit dari para peziarah tersebut yang ingin agar keinginannya dikabulkan dengan mendatangi petilasan tersebut.
“Upacara ini juga merupakan wisata spiritual bagi beberapa peziarah. Banyak dari mereka yang percaya kalau ke sini bisa menyembuhkan penyakit mereka ataupun mereka yang ingin agar naik jabatan,” jelas Giyanto, salah satu peziarah asal Wonosari.Sadranan sendiri telah terdaftar dalam cagar budaya Yogyakarta yang secara otomatis menjadi tanggung jawab kabupaten Gunungkidul. Hal tersebut semakin membuka peluang wilayah Gunung Gambar untuk dijadikan sebagai desa wisata.
“Beberapa waktu lalu sudah kami usulkan ke gubernur dan ternyata masuk klasifikasi untuk cagar budaya. Otomatis, pertanggung jawaban ada pada kabupaten Gunungkidul. Walaupun sementara ini baru ada reog dan jathilan, diharapkan tradisi lain yang mendukung di sini juga bisa dikembangkan. Arahnya nanti adalah menjadi desa wista,” jelas Suharto selaku kepala Bidang Kebudayaan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul.