SOLOPOS.COM - Ilustrasi (id.wikipedia.org)

Sasi ruwah dalam penanggalan jawa yang jatuh menjelang datangnya Bulan Ramadan selalu diperingati warga Bantul dengan menggelar berbagai rangkaian kegiatan khusus. Mereka mulai membuat makanan khas kolak dan apem dan dibagikan warga sekitar, mengirim doa untuk kerabat yang telah meninggal dunia hingga kegiatan doa. Tradisi yang masih dilestarikan warga Dusun Sorowajan, Desa Banguntapan itu tidak saja hanya dimiliki umat Islam tetapi juga umat Kristiani, Hindu, Budha dan aliran kepercayaan yang ada. Berikut laporan wartawan Harian Jogja di Bantul Endro Guntoro.

Ada suasana berbeda dalam pelaksanaan tradisi ruwahan masyarakat Dusun Sorowajan, Desa Banguntapan, Kecamatan, Banguntapan di balai dusun setempat, Kamis (19/6/2014). Ruwahan tidak saja diikuti umat Islam tetapi juga warga dari empat agama lain yang berbeda. Hindu, Budha, Kristen dan Katolik turut merayakan tradisi ruwahan yang sudah ratusan tahun dilaksanakan ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Keterlibatan umat agama non muslim dalam ruwahan Sorowajan kemarin seakan menjadi bukti Daerah Istimewa Yogyakarta bukanlah termasuk kota darurat toleransi antar agama setelah sejumlah daerah muncul konflik berwarna SARA.

Acara tradisi ruwahan cukup berlangsung hangat sebagai wujud rasa memiliki tradisi kebudayaan jawa sekaligus menjadi ajang mempererat persaudaraan lintas agama di dusun setempat.

Dukuh Sorowajan Sularto mengatakan perbedaan pandangan politik hingga aliran kepercayaan terbukti hanya bisa diatasi manakala tradisi kebudayaan terus dilestarikan. Tradisi budaya jawa yang di tumbuh kembangkan para pendahulu tidak mengenal adanya istilah perang antar suku, agama, kepercayaan dan perbedaan politik.

“Untuk itulah nilai tradisi budaya harus terus diuri-uri sebagai pemersatu warga,” ujar Sularto di sela memimpin ruwahan dusunnya.

Di dusun yang dipimpin Sularto didiami masyarakat yang cukup majemuk. Tidak hanya terdapat agama Islam dan Kristiani ada pula umat Hindu, Budha hingga aliran kepercayaan Khonghucu. Hidup berdampungan secara rukun, menghormati dan damai dusun ini terus terjaga baik.

Sularto tidak ingin dusunnya ternoda adanya kegiatan kelompok-kelompok fanatik seperti beberapa waktu lalu mencuat di Gunungkidul dan disusul Sleman. Ia ingin dusun Sorowajan menjadi Indonesia mini dan tidak menjadikan perbedaan sebagai halangan, melainkan keberagaman dan keindahan dalam kehidupan bersama.

Karenanya, menurut sang dukuh, acara tradisi budaya akan terus dibumikan kembali bersama warga masyarakat Sorowajan demi kokohnya kerukunan lintas agama dan kepercayaan.

Dalam acara ruwahan bersama kemarin, tiap keluarga di Sorowajan datang ke balai dusun dengan membawa makanan atau ambengan. Tidak hanya datang mengumpulkan makanan rupanya, ruwahan bersama lima agama diwujudkan dalam doa bersama secara bergantian dipimpin tokoh agama dusun Sorowajan.

Pembacaan doa umat Budha dipimpin oleh Darmanto, umat Hindu Wasiyakir, dan umat Kristiani dipimpin Haryadi. Adapun untuk umat Islam Zuhri selaku pemimpin doa.

Ada satu kekuatan bersama warga Sorowajan yang berbeda-beda agama ini yakni tujuan untuk hidup rukun. Nyaris semua tokoh agama saat memimpin doa benrisikan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar masyarakat Sorowajan juga Indoensia diberikan kedamaian, kerukunan saling menghargai dalam hidup berdampingan di masyarakat. Yang tidak dilupakan, isi doa lima agama dengan cara dan bahasa dan berbeda juga mendoakan keselamatan Indonesia kedepan agar lebih baik.

Seusai menggelar doa, warga menikmati makanan dan membawa pulang untuk dibagikan warga sekitar Sorowajan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya