SOLOPOS.COM - Ilustrasi ritual nyadran arwah di areal permakaman kawasan lereng Gunung Sumbing. (JIBI/Solopos/Antara/Anis Efizudin)

Tradisi Megengan yang kental di Tanah Jawa, khususnya Jawa Timur berasal dari ajaran Islam yang dibawa Sunan Kalijaga.

Madiunpos.com, KEDIRI – Menjelang puasa, ada tradisi di Jawa Timur yang sangat kental, yakni Megengan. Tradisi ini bentuknya ialah warga berkumpul bersama sambil membawa nasi takir berisi nasi, lauk, apem, serta buah pisang. Lalu, takir itu dibagi-bagikan kepada sesama seraya berdoa bersama dan saling memaafkan.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Prof Dr Nur Syam, guru besar IAIN Sunan Ampel Surabaya menjelaskan, bahwa tradisi Megengan ini sungguh-sungguh merupakan tradisi indigenius atau khas,  yang tidak dimiliki oleh Islam di tempat lain.

Sama dengan tradisi-tradisi lain di dalam Islam Jawa, maka tradisi ini juga tidak diketahui secara pasti siapa yang menciptakan dan mengawali pelaksanaannya. Tetapi tentu ada dugaan kuat bahwa tradisi ini diciptakan oleh walisanga khususnya Kanjeng Sunan Kalijaga.

“Memang hal ini baru sebatas dugaan, namun mengingat bahwa kreasi-kreasi tentang Islam Jawa terutama yang menyangkut tradisi-tradisi baru akulturatif yang bervariatif tersebut kebanyakan datang dari pemikiran Kanjeng Sunan Kalijaga, maka kiranya dugaan ini pun bisa dipertanggungjawabkan,” tulis dia dalam situs pribadinya tentang Megengan.

 

Megengan, kata dia, secara lughawi berarti menahan. Misalnya dalam ungkapan megeng nafas, artinya menahan nafas, megeng hawa nafsu artinya menahan hawa nafsu dan sebagainya. Di dalam konteks puasa, maka yang dimaksud adalah menahan hawa nafsu selama bulan puasa. Secara simbolik, bahwa upacara megengan berarti menjadi penanda bahwa manusia akan memasuki bulan puasa sehingga harus menahan hawa nafsu, baik yang terkait dengan makan, minum, hubungan seksual dan nafsu lainnya.

Dengan demikian, imbuhnya, megeng berarti suatu penanda bagi orang Islam untuk melakukan persiapan secara khusus dalam menghadapi bulan yang sangat disucikan di dalam Islam. Para walisanga memang mengajarkan Islam kepada masyarakat dengan berbagai simbol-simbol.

“Dan untuk itu maka dibuatlah tradisi untuk menandainya, yang kebanyakan adalah menggunakan medium slametan meskipun namanya sangat bervariasi,” tulisnya.

Nafas Islam memang sangat kentara di dalam tradisi ini. Dan sebagaimana diketahui bahwa Islam memang sangat menganjurkan agar seseorang bisa menahan hawa nafsu. Manusia harus menahan nafsu amarah, nafsu yang digerakkan oleh rasa marah, egois, tinggi hati, merasa benar sendiri dan menang sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya