SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Wonogiri (Espos)–Tradisi Jamasan Pusaka yang rutin diadakan setiap bulan Sura/Muharam di Waduk Gajah Mungkur (WGM) diwacanakan dihapus dari agenda kegiatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri mulai 2010 ini. Demikian pula beberapa acara tradisi seperti Larung Ageng di Pantai Sembukan dan Sedekah Bumi di Kahyangan, Tirtomoyo.

Wacana tersebut muncul sebagai konsekuensi kontrak politik antara Bupati Wonogiri H Danar Rahmanto dengan tiga partai pengusungnya, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Gerindra, yang ditandatangani 23 April 2010 lalu. Bunyi kontrak politik itu, sebagaimana dikemukakan Ketua DPC PPP Wonogiri, Anding Sukiman, menyatakan Bupati terpilih wajib membuat kebijakan yang menjamin terlaksananya ajaran agama secara baik dan benar, serta menghilangkan segala bentuk kegiatan pemerintah yang merusak keyakinan beragama dan moral masyarakat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dengan demikian, untuk acara seperti Jamasan Pusaka, Larung Ageng dan Sedekah Bumi, jika Pemkab terlibat, berarti melanggar kesepakatan. Berkali-kali Bupati saya temui menyatakan komitmennya untuk menghilangkan kegiatan-kegiatan bernuansa mengarah pada perbuatan syirik selama lima tahun ke depan,” jelas Anding.

Anding menegaskan hal itu bukan berarti PPP antibudaya dan tradisi. PPP, tegasnya, sangat mendukung pengembangan budaya, khususnya yang asli Wonogiri sehingga bisa mewujudkan identitas daerah. Dia mencontohkan <I>Kethek Ogleng<I> dan wayang akan dikembangkan sebagai identitas Wonogiri melalui festival.

“Pemkab juga tidak akan melarang seandainya ada masyarakat yang ingin tetap menyelenggarakan acara Jamasan Pusaka, Larung Ageng atau Sedekah Bumi. Hanya dalam hal ini, pemerintah sebagai lembaga tidak akan memfasilitasi,” ujar Anding.

Hal senada disampaikan Bendahara DPD PAN Wonogiri Sardi. Ketua Koalisi Wonogiri Bangkit (KWB) yang mengusung Danar-Yuli dalam Pilkada 2010 lalu itu membenarkan adanya kontrak politik itu. Namun, dia menegaskan hal itu bukan berarti melarang masyarakat untuk menggelar acara-acara tradisi itu.

“Hanya saja, dalam acara-acara itu pemerintah sebagai kelembagaan tidak akan ikut cawe-cawe, apalagi memfasilitasi sebagai penyelenggara seperti yang sudah-sudah,” ujar dia.

Selain mempertimbangkan acara itu bisa mengarah pada perbuatan syirik yang ditunjukkan dengan adanya ruwatan massal, ritual dan kesakralan, Sardi mengatakan dihapuskannya acara-acara itu dari agenda Pemkab juga sebagai upaya penghematan anggaran. Menurut Sardi, acara-acara itu selama ini menyedot biaya yang tidak sedikit.

shs

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya