SOLOPOS.COM - Tradisi sadranan dan buka luwur atau penggantian kain penutup makam di Makam Ki Ageng Pantaran digelar di Desa Candisari, Ampel, Boyolali, Jumat (7/12/2012). Tradisi tersebut mampu menyedot minat wisatawan datang berkunjung. (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

Tradisi sadranan dan buka luwur atau penggantian kain penutup makam di Makam Ki Ageng Pantaran digelar di Desa Candisari, Ampel, Boyolali, Jumat (7/12/2012). Tradisi tersebut mampu menyedot minat wisatawan datang berkunjung. (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

Tradisi sadranan dan buka luwur atau penggantian kain penutup makan di Makam Ki Ageng Pantaran di Desa Candisari, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, yang digelar setiap 25 Suro atau pekan ketiga bulan Suro, hingga kini masih menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak orang untuk berkunjung ke daerah itu. Sebagaimana yang terlihat Jumat (7/12/2012) pagi. Ratusan warga dari berbagai penjuru daerah memadati makam yang berada di bukit tak jauh dari Bumi Perkemahan Indra Prasta Pantaran tersebut. Mereka berbaur dengan ribuan warga setempat. Mereka tampak antusias mengikuti serangkaian ritual dalam tradisi tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Prosesi dimulai dengan kirab 20 orang yang berpakaian kejawen. Mereka membawa kain mori putih dan payung mutha. Tiba di makam Ki Ageng Pantaran, mereka menyerahkan mori dan payung kepada juru kunci sebagai pengganti tutup batu tempat semedi Ki Ageng Pantaran dan nisan, serta payung lama yang telah terpasang selama setahun. Ritual tersebut dilanjutkan dengan tabur bunga, serta diakhiri dengan tahlilan dan ngalab berkah. Mereka juga membawa Tumpeng Rasulan. “Tumpeng Rasulan ini merupakan simbol penghormatan kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya,” ungkap seorang tokoh masyarakat desa setempat, Pitoyo, 60, ketika ditemui wartawan sesuai ritual, Jumat.

Selain itu, terlihat pula sesaji berupa dua gunungan nasih liwet yang dihiasi berbagai jenis sayuran atau hasil bumi di lereng Gunung Merbabu. Tidak ketinggalan pula, ayam jawa yang dibuat ingkung. Setelah doa bersama, ratusan orang yang ada di situ rela berdesak-desakan untuk memperebutkan takir nasi, janur, juga potongan kain bekas penutup makam. Sebagian dari mereka meyakini benda itu bisa membawa berkah.

Assiten II Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Boyolali, Juwaris yang menghadiri agenda tahuan di Desa Candisari ini mengatakan, ritual buka luwur sejak sembilan tahun ini, dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi salah satu aset wisata di Kabupaten Boyolali. Menurut Juwaris, tradisi tersebut diharapkan bisa memperkuat dan melestarikan budaya.

“Kami juga berharap tradisi ini bisa menjadi benteng kerukunan antar masyarakat,” katanya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Boyolali, Mulyono Santoso menambahkan, sebelumnya tradisi ini dikelola warga setempat. Setelah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ikut ambil bagian, tradisi ini diharapkan semakin menarik wisatawan untuk berkunjung ke Pantaran.

“Menurut rencana setiap tahun akan terus diselenggarakan secara reguler sehingga event ini bisa nguri-uri budaya Boyolali,” kata Mulyono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya