SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO — Tim Pengacara Islam (TPM) menilai penyebutan status gerakan pengacau keamanan terlalu berlebihan jika disandangkan terhadap kelompok yang melakukan aksi anarkis di wilayah hukum Jebres, Solo, Minggu (3/2/2013) dini hari. Sementara pengamat terorisme, Al Chaidar menganggap sederet aksi anarkis di Kota Bengawan disebabkan situasi hukum yang terlalu longgar.

Al Chaidar, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (6/2/2013), menilai aksi kelompok yang di antara anggotanya telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka itu, menyerupai ciri kalangan fundamentalisme.

Promosi Selamat! 3 Agen BRILink Berprestasi Ini Dapat Hadiah Mobil dari BRI

“Saya kritik kelompok cenderung mengangkat simbol Islam tapi menonjolkan sikap reaksioner. Motif-motif mereka emosional. Saya sepakat jika hal-hal seperti itu ditindak sesuai apa yang dilakukan, seperti tindak pidana umum,” kata dia.

Tindakan-tindakan anarkis, lanjut dia, merupakan ekspresi putus asa melihat bagian masyarakat yang dinilai meninggalkan sopan santun, beragama. Notabene mereka tak memiliki kekuasaan, juga aspirasi tak tersalurkan ke lembaga seperti parlemen, aparat.

“Bagi mereka diistilahkan dekaden. Jadi itu ekspresi powerless, “ imbuhnya.

Kekecewaan yang dirasakan mereka disebut Al Chaidar telah menumpuk. Aksi-aksi yang mereka impelemetasikan sejauh ini juga tak jarang dipicu isu-isu rusaknya mentak warga perkotaan.

“Jadi mereka berada di posisi sendiri, berangkat sendirian, namun bahaya jika hal seperti itu dibiarkan. Jika terjadi berulang-ulang, seperti penganiayaan dan sebagainya, mestinya aparat maupun pemerintah perlu melokalisir tempat-tempat hiburan dan yang jelas kurang sensitif dengan perkembangan perkotaan,” ujarnya.

Dia menganggap kelompok itu bukan radikal. Meskipun demikian, dia tak menampik kalangan radikal masuk menyusup ke pergerakan kelompok tersebut.

Al Chaidar pun mengomentari tindakan tegas polisi menangkap sembilan anggota kelompok itu, jeda sehari setelah anggota polisi menjadi korban aksi kelompok.
“Jika banyak dibiarkan korban dari warga terlalu banyak kemudian penangkapan terjadi setelah anggota polisi menjadi korban, itu ego sektoral kepolisian. Jika masyarakat biasa polisi tak antusias mengusut tuntas? Namanya hukum, siapa saja korbannya harus diusut,” tukasnya.

Sementara salah satu anggota TPM, Budi Kuswanto mengatakan penyebutan gerakan pengacau keamanan terlalu riskan dikenakan pada kelompok yang dimaksud. “Status itu mestinya yang menyatakan negara. Tapi sementara kami belum bisa banyak komentar, surat penahanan para tersangka saja baru kami ambil hari ini. Kami butuh bertemu tersangka dulu,” ujar Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya