SOLOPOS.COM - Pesona sunset Candi Borobudur. Kompleks Borobudur menerapkan konsep wisata halal. (Istimewa/Instagram @infoborobudur)

Solopos.com, SOLO — Konsep wisata halal di Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia.

Data tersebut berdasarkan riset Global Muslim Travel Index (GMTI) 2022 yang dibuat Crescent Rating bersama Mastecard.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Indonesia memiliki skor sebesar 70 poin, atau naik dua peringkat dari tahun sebelumnya yang berada di urutan keempat. Posisi Indonesia kini berada di bawah Malaysia yang memiliki skor sebesar 74 poin. Skor Indonesia sama dengan yang dimiliki oleh Arab Saudi dan Turki.

Salah satu konsep wisata halal yang baru-baru ini digaungkan yakni di kompleks Candi Borobudur.  Ramainya wisatawan di Candi Buddha terbesar di dunia ini juga meramaikan sejumlah objek wisata lain di sekitar kawasan tersebut.

Objek wisata berupa cagar budaya peninggalan agama Buddha ini dalam pemanfaatannya tidak berorientasi pada konsep Buddhism, tetapi lebih kepada konsep tourism secara global.

Artinya orang dari berbagai agama bisa beraktivitas pada kegiatan wisata di Borobudur.

Bagi wisatawan Muslim tidak perlu khawatir jika berwisata ke Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ini, karena PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (PT TWC) selaku pengelola wisata telah menyediakan beberapa musala untuk pengunjung menjalankan shalat lima waktu.

Begitu juga di kawasan sekitar candi, hampir setiap kampung berdiri bangunan masjid maupun musala yang terbuka untuk umum.

Mengutip antaranews.com, General Manager Unit Borobudur Jamaludin Mawardi menyampaikan kebutuhan wisata halal yang jelas juga terkait makanan dan minuman. Makanan dan minuman yang disajikan dan dinikmati oleh wisatawan tentu sesuai aspek kehalalan.

Selain makanan dan minuman halal, juga perlu diperhatikan untuk pemenuhan keperluan tempat beribadah, khususnya untuk kaum Muslim.

Kalau berbicara Muslim, berarti ada kebutuhan tempat shalat, yakni musala atau masjid. Karena itu, menjadi perhatian pengelola Borobudur bagaimana umat Islam berwisata pada hari Jumat agar tetap bisa ikut Salat Jumat.

Semua itu menjadi satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari konsep wisata halal. Pengelola wisata Candi Borobudur tidak mengklaim 100 persen wisata halal di kawasan itu, karena tamu di Borobudur sangat heterogen, ada orang Buddha, Hindu, Nasrani, Muslim, dan lainnya.

PT TWC yang merupakan salah satu perusahaan di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini tidak secara spesifik mengklaim bahwa di Borobudur ini wisata halal.

Namun, lebih bersifat general dan justru kebutuhan para wisatawan bisa dipenuhi, misalnya umat Buddha mau berkegiatan di Borobudur untuk ritual sembahyang. Ada ruang yang bisa dimanfaatkan, kemudian bagi Muslim ada tempat wudu dan musala.

Dalam penataan marga utama Candi Borobudur, beberapa waktu lalu juga dibangun musala baru di area tersebut yang lebih luas dan lebih representatif dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan muslim akan tempat ibadah.

Sebelumnya juga telah ada musala di depan penitipan barang, kemudian di sebelah tenggara Museum Borobudur. Meskipun objek wisata ini cagar budaya agama Buddha, tetapi kebutuhan akan mushala itu menjadi penting dan pokok karena mayoritas pengunjung juga muslim.

Di sekitar Candi Borobudur juga ada masjid, sehingga bagi wisatawan Muslim tidak harus meninggalkan syariatnya, selain juga bisa mendapatkan makanan yang halal, dan sebagainya.

Hotel yang berada dalam satu kompleks di Taman Wisata Candi Borobudur juga memiliki kebijakan sama, meskipun tidak secara khusus bagi pengunjung Muslim karena pengunjung cukup heterogen, ada tamu asing dan ada juga tamu domestik.

Bagi wisatawan Muslim yang menginap di hotel itu, Jamaludin memastikan bahwa makanan yang disajikan juga baik dari sisi bahan bakunya maupun dari materialnya yang direkomendasikan bersertifikasi halal.

Misalnya bumbu lokal produksi dalam negeri yang itu sudah disertifikasi halal oleh MUI, sehingga menghasilkan makanan yang halal.

“Sekali lagi konteksnya kami tidak spesialisasi, tetapi menyiapkan, misalnya makanannya tidak menyediakan unsur babi atau bahan-bahan yang mengandung unsur minyak babi, sehingga kehalalannya terjamin. Ini salah satu bentuk upaya menuju wisata halal,” katanya.

Ketua Paguyuban Kampung Homestay Borobudur, Muslich menyampaikan, terkait wisata halal yang sekarang sedang digalakkan, tanpa branding syariah sebenarnya Kampung Homestay Borobudur sudah menerapkannya.

Artinya dari segi makanan maupun penyajian, Kampung Homestay Borobudur itu pemiliknya bukan pengusaha atau orang kaya, tetapi masyarakat biasa, seperti petani, pedagang atau pegawai kecil yang berusaha menangkap peluang yang ada di sekitar Candi Borobudur.

Secara kebetulan, di Kampung Homestay Borobudur itu pemiliknya semua Muslim, sehingga masalah halal mereka sudah bisa menjaga dengan sendirinya, baik itu dari segi makanan maupun minuman.



Di Kampung Homestay Borobudur, bahkan satu kampung tidak ada yang menjual minuman beralkohol.

Kemudian saat menginap di Kampung Homestay Borobudur pun pengunjung tidak boleh membawa minuman beralkohol. Hal itu sudah menjadi standar operasional prosedur (SOP) bagi yang mau bermalam.

Wisata Tanah Air

Sebelumnya diberitakan, melihat dari laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai penjualan bruto atau gross merchandise value (GMV) layanan wisata secara daring (online) di Indonesia ditaksir mencapai US$3 miliar atau Rp46,98 triliun pada 2022.

Nilai itu tumbuh 60% dibandingkan di tahun sebelumnya. Namun GMV dari layanan wisata online merupakan yang terkecil dibandingkan dengan sektor digital lainnya.

Proporsinya sebesar 3,9% dari total GMV ekonomi digital sepanjang tahun ini. Posisi pertama diduduki oleh ecommerce dengan GMV sebesar US$59 miliar. Dilanjutkan GMV transportasi dan pesan antar makanan online serta media online masing-masing sebesar US$8 miliar dan US$6,4 miliar.

Di sisi lain, Indonesia juga memiliki keunikan dalam hal perilaku masyarakatnya. Berdasarkan hasil survei Milieu Insights, kekhawatiran masyarakat Indonesia untuk berwisata domestik adalah yang terendah dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara.

Tercatat, ada 89% responden dari Indonesia yang tak begitu khawatir untuk berwisata domestik di tengah pandemi Covid-19. Sebanyak 18% responden punya kekhawatiran rendah. Kemudian 71% responden punya kekhawatiran moderat untuk berwisata domestik. Hanya 11% saja responden yang punya kekhawatiran tinggi untuk bepergian di dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya