SOLOPOS.COM - Tokoh agama di Madiun, Jumat (24/7/2015), berjanji tak terpengaruh insiden Tolikara. (JIBI/Solopos/Antara/Siswowidodo)

Toleransi beragama di DIY dipertanyakan terkait masih saja terjadinya kasus intoleransi

Harianjogja.com, JOGJA –Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta menilai DIY sudah tak lagi toleran dalam hal beragama dan berkeyakinan. Beragam bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap kelompok minoritas beragama dan kepercayaan di DIY dinilai masih sering terjadi dan menjadi masalah sosial yang penting.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam Peluncuran Kertas Posisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Santika Premiere Rabu (23/3/2016), Direktur LBHY Hamzal Wahyudin mengatakan selama kurun waktu 2011-2015 pihaknya mencatat terdapat 13 peristiwa pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Mulai dari larangan melakukan kegiatan social pengobatan masal di Sleman, hingga penyerangan kantor organisasi Rausyan Fikr. Jumlah itu menurutnya menunjukkan adanya penurunan kondisi DIY menjadi daerah darurat intoleransi.

“Dampaknya dirasakan kaum minoritas, mulai dari tidak adanya rasa aman dan korban menjadi tertutup, terhambat hak beribadah hingga tidak adanya harmoni dalam interaksi social antar anggota masyarakat,” beber dia.

Dalam pemaparan itu LBH Yogyakarta juga menyoroti ketimpangan komposisi agama minoritas dalam Forum Kerukunan Umat Beragama. Mereka juga menyinggung soal sulitnya masyarakat beragama minoritas dalam mendirikan rumah ibadah untuk mendukung aktivitas religi mereka.

“Selain itu sekarang marak juga tuduhan saling sesat-menyesatkan serta seringnya penyebaran ujaran kebencian dalam berbagai sarana termasuk media sosial. Ironisnya tak satupun pelaku penyebaran kebencian diproses secara hukum,” imbuh Didin.

Dari pemaparan itu, mereka mengatakan perlu ada kesadaran dari seluruh masyarakat terhadap situasi pemenuhan hak kebebasna beragama di DIY. Selain itu para pemangku kepentingan juga mesti bisa mengedepankan program yang merawat keberagaman dan mendorong kebijakan yang menjamin perlindungan umat beragama.

“Pemerintah dan aparat penegak hukum harus bisa memaksimalkan pernanya dalam melindungai dan mengambil sikap atas fenomena ini,” ungkap dia.

Menanggapi pemaparan itu, Wakil Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DIY Munsoji mengatakan keberatan bila LBH Yogyakarta mengatakan ada diskriminasi di DIY. Menurutnya seluruh aturan terkait agama dan keyakinan sudah dipikirkan secara matang dan diaplikasikan dengan adil.

Untuk komposisi FKUB DIY yang dinilai timpang, hal itu menurutnya sudha dilakukan berdasarkan peraturan dari pemerintah pusat. Di daerah lain komposisi FKUB itu bisa berbeda tergantung komposisi penganut keyakinan di daerah masing-masing.

“Yang jelas semua dilibatkan dalam musyawarah, semua juga memegang peran dalam organisasi,” ungkap dia.

Munsoji juga mengatakan sejauh ini mereka belum pernah menerima laporan dari manapun tentang penolakan pendirian rumah ibadah. Justru selama ini FKUB mendorong supaya jumlah rumah ibadah untuk setiap agama yang diakui di DIY semakin memadai.

“Jadi saya meragukan kalau dibilang darurat toleransi apa dasarnya,” imbuh Munsoji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya