SOLOPOS.COM - Warga Kalurahan Tirtohargo dan Kalurahan Srigading melakukan Aksi Tolak Tambang Muara Opak di Kawasan Mangrove Baros pada Minggu (18/4/2021).(Catur Dwi Janati/Harian Jogja)

Solopo.som, BANTUL-- Keresahan warga sekitar pesisir selatan khususnya warga Kelurahan Tirtohargo dan Kelurahan Srigading, Kecamatan Kretek, Bantul, DIY atas aktivitas penambangan pasir liar di tepi pantai.

Keprihatinan warga ditunjukkan dengan aksi unjuk rasa penyampaian aspirasi dan pemasangan spanduk menolak tambang di dekat lokasi penambangan. Ratusan warga Srigading dan Tirtohargo melakukan Aksi Tolak Tambang Muara Opak di Kawasan Mangrove Baros pada Minggu (18/4/2021).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Koordinator Tolak Tambang Pasir, Setyo menjelaskan aktivitas penambangan pasir telah terjadi sejak 2014. Kalau Setyo menghitung-hitung setidaknya 100-150 kapal datang dan pergi mengangkut pasir di kawasan pesisir selatan. "Misalkan bayangkan saja sampai Samas atau Parangtritis mengoperasikan 100 perahu, berapa kubik pasir saja yang sudah hilang," tegasnya pada Minggu (18/4).

Baca Juga: 2 Menit, Anies Baswedan Yakinkan Dukungan Aksi Iklim Ke Sekjen PBB

Aktivitas penambangan pasir pun tak kenal waktu. Setyo menuturkan penambangan pasir dilakukan pada pagi hari maupun malam. "Pagi sampai malam pernah terjadi. Dari beberapa hari kemarin itu dari malam. Sudah [memberikan rekomendasi] jadi ada beberapa hal yang direkomendasikan tertulis maupun secara administrasi. Secara komunikasi juga sudah. Tetapi hasilnya belum ada hal yang menindaklanjuti lebih konkrit lagi," keluhnya.

"Aturannya kan ini yang boleh ditambang mana, yang tidak boleh ditambang mana, itu belum ada. Artinya semuanya berjalan dengan sendirinya. Ini sepanjang ini sampai ke baratnya sampai radius delapan kilometer. Bentangannya antara 500 meter itu dihabiskan dalam waktu satu minggu bisa. Bentangan 500 meter itu kalau semua kapal beroperasi satu minggu habis," tambahnya.

Berbagai dampak aktivitas pun perlahan mulai dirasakan masyarakat. Salah satu yang paling kentara yakni hilangnya lahan pertanian di pinggiran bantaran muara sungai karena terkena abrasi air. "Dulu sebelum ada penambangan tingkat abrasinya kecil. Tapi saat ada abrasi, karena permukaannya dasar sekali, habis ada banjir tarikannya arus deras,"ujarnya.

Baca Juga: Gamang Larang Mudik Lebaran Sebelum 6 Mei 2021

Petani Terdampak

Dihitung Setyo setidaknya ada sekitar 10 hektare lahan pertanian ke arah timur dan lima hektare ke arah barat, lahan pertanian warga terkena abrasi dampak aktivitas penambangan. "Kalau dihitung secara pastinya kita belum ke data sampai [petani yang terdampak] seperti itu. Tapi petani kita kira-kira 1-20 orang yang menggunakan lahan sultan ground ini, dari tahun 2006 sampai sekarang," tukasnya.

Selain rusaknya lahan pertanian, Setyo juga menyoroti rusaknya hutan mangrove. Padahal mangrove penting dalam mitigasi berbagai bencana dari abrasi, gelombang tsunami hingga kepentingan eduwisata serta penelitian.

“Kita hanya menyampaikan ini saja, jadi ya aspirasi. Seterusnya kita melakukan monitoring. Selanjutnya kita kirimkan rekomendasi secara administrasi kepada pihak-pihak yang terkait, selebihnya masalah kebijakan kita serahkan ke pejabat," tandasnya.

Baca Juga: Dian Sastro Berduka, Sang Mertua Adiguna Sutowo Tutup Usia

Lurah Sri Gading, Prabowo Suganda mengatakan sudah lama sebetulnya warga mengamati aktivitas penambangan pasir. Padahal pasir merupakan barier agar tidak terjadi abrasi dari laut ke daratan.

"Ini akan mengganggu lahan pertanian masyarakat. Kita tahu Sri Gading ini 80 persen lebih masyarakat petani agraris mengandalkan kehidupannya dari pertanian bercocok tanam padi, ada yang bawang merah. Kalau ada abrasi khusunya lahan pesisir, di lahan petani ini akan terganggu," ujarnya.

"Pada intinya kegiatan pagi ini kita banyak keprihatinan saja atas aktivitas penambangan pasir. Terkesan liar, terkesan didiamkan, sehingga masyarakat menjadi resah," imbuhnya.

Baca Juga: BPOM Didesak Semestinya Sikapi Vaksin Nusantara

Prabowo berangkat dari Undang-undang No 3/2020 tentang Minerba,"Kalau sudah undang-undang itu kepolisian yag berhak untuk penegakan hukumnya. Kalau perda mungkin yang berhak menangani Pol PP. Ini undang-undang minerba, ini jadinya kepolisian yang bertindak," tuturnya.

"Apa yg dikatakan masyarakat tadi, di sana ada Mako Dit. Polairut, lewat truk-truk penambang pasir. Ini memang sesuatu keprihatinan. Kesan saya yang saya terima dari masyarakat tadi kan seperti itu [adanya pembiaran]. Ini merupakan keprihatinan bagi kita," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya