SOLOPOS.COM - Dua petani Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, memasang papan pengumuman bahwa sawah mereka tidak dijual, Selasa (14/7/2020). (Solopos.com/Moh Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN Kontak Tani Nelayan Andalan Sragen berkirim surat ke bupati Sragen. Langkah KTNA Sragen itu terkait dengan problematika pertanian di Sragen yang menjadi lumbung padi di Jawa Tengah menjelang direalisikannya kebijakan impor beras.

Dalam surat itu, KTNA meminta Bupati agar bisa mengusulkan ke pemerintah pusat pimpinan Presiden Joko Widodo untuk mengalihkan pupuk cair bersubsidi ke pupuk kimia bersubsidi. KTNA juga menyatakan menolak kebijakan impor beras di saat panen raya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua KTNA Sragen Suratno saat dihubungi Solopos.com, Rabu (10/3/2021), menyampaikan surat sudah dilayangkan ke bupati. Dia mengatakan KTNA akan beraudiensi dengan Bupati untuk menyampaikan hal-hal yang dihadapi petani belakangan.

Baca Juga: Jelang Piala Menpora, PSIS Semarang Tak Panggil Pemain di Luar Negeri

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menyampaikan kebijakan pupuk bersubsidi terjadi kenaikan harga dan ada dua jenis pupuk yang hilang, yakni SP36 dan ZA. Dia menyampaikan di saat dua jenis pupuk bersubsidi hilang justru muncul pupuk organik cair bersubsidi. Dia mengatakan buat apa pupuk cair itu karena petani sudah bisa membuat sendiri.

“Alokasi pupuk bersubsidi terus menurun ditambah harga semakin mahal. Terkait pupuk cair itu sebenarnya petani tinggal diedukasi untuk membuat sendiri. Dengan adanya pupuk cair itu maka distribusinya akan sulit. Oleh karena itu, kami mendesak kepada Bupati supaya bisa mengusulkan ke pusat untuk mengalihkan pupuk cair itu ke pupuk kimia,” jelasnya.

Biaya Produksi Tinggi

Dengan harga pupuk yang mahal dan alokasi yang turun itu akan berpengaruh pada biaya produksi petani. Dia mengatakan dengan biaya produksi petani yang tinggi ternyata kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) masih berada di bawah harapan petani.

“Mestinya HPP itu minimal di angka Rp4.500/kg untuk gabah kering panen. HPP yang dipakai Bulog untuk menyerap gabah petani masih kurang tinggi. Agar biaya produksi petani bisa tertutup maka pemerintah diharapkan hanya mengatur harga eceran tertinggi (HET) minimal untuk beras, bukan maksimal. Harga beras maksimal supaya diserahkan kepada mekanisme pasar,” ujarnya.

Baca Juga: Wow, Siswa MIN 2 Sukoharjo Juggling Bola 1.216 Kali dalam 10 Menit!

Di sisi lain, Suratno menyatakan menolak impor beras di saat panen raya. Dia mengatakan pemerintah pusat sering kali mengambil kebijakan impor saat panen raya. Dia berpendapat kebijakan tersebut sangat merugikan petani karena harga panen menjadi semakin jatuh.

“Pengaruh cuaca saja sudah membuat harga gabah jatuh ditambah dengan adanya kebijakan impor beras,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati juga berniat memberi masukan kepada pemerintah pusat supaya tidak mengambil kebijakan impor beras saat musim panen. Bupati akan berkirim surat untuk masukan tersebut.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya