SOLOPOS.COM - Anggota FPDI DPRD Kota Solo berunjuk rasa menolak kebijakan lima hari sekolah, di depan Kantor DPRD Kota Solo, Selasa (13/6/2017). (M. Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

FPDIP DPRD Solo menilai belum ada kejelasan tujuan konsep lima hari sekolah dari aspek edukasi.

Solopos.com, SOLO—Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) DPRD Solo mengirim surat penolakan atas rencana penerapan kebijakan lima hari sekolah pada tahun ajaran baru mendatang ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

FPDIP DPRD Solo tegas menolak kebijakan Mendikbud, Muhadjir Effendy, tersebut. Penolakan itu lantaran belum ada kejelasan tujuan konsep lima hari sekolah dari aspek edukasi, terutama efek psikomotorik dan aspek afektif yang ingin dicapai. Surat penolakan itu langsung dikirimkan ke Mendikbud sebagai bentuk protes.

Ekspedisi Mudik 2024

Sekretaris FPDIP DPRD Solo, Putut Gunawan, Selasa (13/6/2017), mengatakan secara umum selain kebutuhan kognisi, anak juga butuh mengembangkan aspek psikomotorik dan aspek afektif melalui sosialisasi dengan keluarga dan masyarakat. Pembagian waktu di sekolah dan di rumah semestinya proporsional sehingga anak memiliki kesempatan untuk mengembangkan pola relasi dengan lingkungan tumbuh kembang secara optimal.

Di samping itu, anak terhindar dari tekanan psikologis yang kontra produktif bagi tumbuh kembang mereka. “Kondisi geografis masing-masing wilayah di seluruh pelosok Indonesia memiliki kendala akses ke sekolah yang berbeda-beda. Ada yang aksesnya mudah, tapi ada yang sulit. Ada di daerah lain yang terkendala akses ke sekolah cukup tinggi sehingga waktu tempuh perjalanan pulang dan pergi lebih lama lagi. Kebijakan sekolah sampai pukul 15.00 tidak realistis,” paparnya kepada wartawan.

Ketua FPDIP DPRD Solo, YF Sukasno, menuturkan daya dukung fisik dan nonfisik di masing-masing sekolah belum disiapkan untuk menjalankan sekolah sehari penuh. Sebagai contoh, aula untuk makan bersama dan loker penyimpanan barang-barang pribadi dan sebagainya. Di samping itu, belum ada kesiapan dukungan software bagi kalangan guru untuk menangani keadaan-keadaan nonteknis belajar-mengajar.

Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Solo, Asih Sunjoto Putro, setuju dengan kebijakan Mendikbud itu. Namun menurutnya, banyak hal yang perlu dipersiapkan mulai dari anak-anak atau siswa, orang tua, dan para guru.

“Jika Sabtu libur, orang tua harus ekstra mengawasi dan menyiapkan kegiatan positif untuk anak-anak. Apalagi jika orang tua bekerja sehingga perlu diantisipasi untuk menyuguhkan hal yang bermanfaat,” ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi Demokrat Nurani Rakyat (FDNR) DPRD Solo, Reni Widyawati, juga sepakat dengan kebijakan tersebut. Menurutnya, dengan masuk lima hari sekolah ini anak-anak bisa sekalian belajar pendidikan agama dan karakter.

Sementara, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) menilai kebijakan lima hari sekolah belum layak dijalankan. Salah satunya lantaran aspek sarana dan prasarana banyak sekolah yang belum siap.

“Contoh gampang misalnya sekolah-sekolah unggulan di Solo untuk SD itu musalanya sangat kecil, tidak cukup menampung anak-anak. Belum kalau berbicara soal kualitas toiletnya, dari segi jumlah toilet saja saya pikir masih jauh dari kebutuhan yang seharusnya dapat disediakan sekolah. Ini baru dari segi infrastruktur, belum dari substansi dan psikologisnya,” ujar Direktur YSKK, Suroto, Selasa.

Menurut dia, selain penerapan kebijakan yang terkesan tergesa-gesa, proses pengambilan kebijakan juga sangat minim dengan pelibatan publik. Selain minim partisipasi publik, Kemendikbud juga belum melakukan uji coba penerapan kebijakan lima hari sekolah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya