SOLOPOS.COM - Suasana pembebasan lahan pembangunan tol Semarang-Solo II di Dukuh Candi Mulyo, Desa Kiringan, Boyolali, Selasa (19/9/2017). (Cahyadi Kurniawan/JIBI/Solopos)

Pelaksana proyek tol Solo-Semarang mengeksekusi lahan yang dibebaskan di Kiringan, Boyolali.

Solopos.com, BOYOLALI — Pelaksana proyek pembangunan tol Solo-Semarang membebaskan lahan di Dukuh Candimulyo, Desa Kiringan, Boyolali, Selasa (19/9/2017). Eksekusi pembebasan lahan mendapatkan pengawalan personel kepolisian dan TNI.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pantauan Solopos.com, sejumlah pekerja mengangkut barang-barang dari dalam rumah warga yang terdampak menggunakan dump truck. Di bagian lain, dua unit ekskavator dan satu bulldozer membongkar bangunan dan lahan yang dipenuhi pepohonan.

Staf Bagian Hukum Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan tol Semarang-Solo II, Qomaruzzaman, mengatakan di Kiringan terdapat 31 bidang lahan yang dibebaskan. Pada Selasa, ada sembilan rumah yang dibongkar.

Ekspedisi Mudik 2024

“Masih ada 22 bidang dengan dua rumah dan sisanya lahan kosong. Pembebasan lahan tetap dilakukan kendati warga belum mengambil uang konsinyasi. Uang itu bisa diambil di Pengadilan [Negeri],” ujar dia saat ditemui wartawan di sela-sela pembebasan lahan, Selasa.

Qomar mengatakan ada 61 bidang di Boyolali yang terdampak pembangunan tol. Sebanyak 31 bidang ada di Kiringan dan 30 bidang sisanya di Desa Mudal, Desa Metuk, dan Desa Karanggeneng.

“Proses pembebasan lahan tetap dilakukan karena menurut Perpres No. 71/2012 Pasal 100 disebutkan setelah konsinyasi sah, hubungan hukum lahan dengan pemilik putus. Lahan menjadi milik negara. Soal keberatan harga itu disampaikan ke pengadilan 14 hari seusai pengumuman appraisal,” terang Qomar.

Kapolres Boyolali, AKBP Aries Andhi, mengatakan proses pembebasan lahan berlangsung kondusif. Sejumlah warga yang awalnya menolak bersedia menyerahkan lahan mereka. Hal itu seusai kepolisian melakukan pendekatan dengan menggelar operasi intelijen.

“Kami memberikan pemahaman kepada masyaeakat bahwa jalan tol ini merupakan program nasional yang harus didukung,” terang Kapolres.

Andhi menerangkan penolakan warga disebabkan kurangnya komunikasi antara pelaksana dengan masyarakat. Komunikasi yang dilakukan tidak menyambungkan keinginan masyarakat selaku pemilik lahan dan kontraktor sebagai pelaksana proyek.

“Menurut saya nilai ganti rugi yang ditawarkan sudah sesuai karena nilai lebih tinggi dari NJOP [nilai jual objek pajak]. Tidak ada kelompok yang menentang pembebasan lahan ini,” beber dia.

Selain mengamankan pembebasan lahan, kepolisian juga siap berkoordinasi dengan masyarakat yang masih keberatan dengan pembebasan lahan. “Kami siap membantu masyarakat yang masih mengajukan banding. Tapi, apa pun hasil keputusan dalam banding, masyarakat harus mengikutinya sesuai aturan,” ujar dia.

Salah satu warga yang rumahnya terdampak pembebasan lahan, Nur Hadi Prayitno, 75, mengaku siap menerima ganti rugi yang ditawarkan. Ia hanya meminta waktu pengosongan rumah hingga memiliki rumah baru yang bakal ditempatinya. “Sekarang rumahnya belum jadi harus tinggal di mana?” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya