SOLOPOS.COM - Ilustrasi proyek pembangunan jalan (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Tol Semarang-Boyolali, warga Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali Kota waswas atas ketidakjelasan pembebasan lahan proyek.

Solopos.com, BOYOLALI–Warga Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali Kota, dibuat resah dengan ketidakjelasan mekanisme pembebasan lahan untuk proyek tol Semarang-Boyolali.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Warga yang belum menyetujui besaran ganti rugi tanah merasa diintimidasi panitia pembebasan tanah (P2T) setelah upaya permohonan pengajuan keberatan ke Pengadilan Negeri (PN) Boyolali tidak diterima. Dalam sosialisasi pembebasan tanah yang digelar P2T atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Boyolali, warga hanya diberikan pilihan setuju atau tidak setuju terhadap harga ganti rugi yang ditawarkan appraisal.

Bagi warga yang tidak setuju, diminta membuat permohonan pengajuan keberatan ganti rugi kepada pengadilan.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kami ikuti prosedurnya. Kemarin [Senin, 23/11/2015] kami membuat permohonan pengajuan keberatan ke PN Boyolali tetapi permohonan kami ditolak. PN tidak mau menerima permohonan kami dengan alasan belum ada komunikasi terkait juklak dan juknis dari P2T,” kata warga RT 002/RW 012, Kiringan, Boyolali, Dwi Wahyudi, saat ditemui Solopos.com, Selasa (24/11/2015).

Setidaknya ada 35-an warga yang secara kolektif mengajukan permohonan pengajuan keberatan ke PN Boyolali. Dengan adanya penolakan dari PN, warga menilai ada ketidakberesan dalam proses pembebasan lahan untuk proyek tol Semarang-Boyolali.

“Kami sampai membuat paguyuban khusus untuk warga desa yang belum menyetujui besaran ganti rugi tanah dan bangunan yang terkena proyek tol,” kata Ketua paguyuban, Sri Mulyanto, warga RT 001/RW 013, Kiringan.

Warga juga merasa ditekan panitia, apabila tetap tidak menerima ganti rugi yang ditawarkan maka dana akan dikonsinyasikan di pengadilan. Bagi warga, kata Sri, urusan dengan hukum dan pengadilan adalah momok yang dinilai menakutkan.

Sri menjelaskan mayoritas warga masih keberatan dengan tawaran nilai ganti rugi tanah. Penentuan harga dinilai asal-asalan pada harga yang termurah. Tiga kali pertemuan yang diadakan P2T, warga tidak diberikan kesempatan menawar harga. Di satu desa dalam lokasi yang sama sering terjadi perbedaan harga yang mencolok.

“Bahkan bila dibandingkan dengan kecamatan lain dalam satu ruas jalan yang sama dengan letak sama di tepi jalan DPU, harga ganti rugi di Boyolali Kota jauh lebih rendah padahal NJOP-nya paling tinggi.”

Dia mencontohkan di Ampel tanah dengan NJOP Rp64.000, nilai ganti ruginya mencapai Rp920.000/meter persegi. Sementara di Kiringan dengan NJOP mencapai Rp200.000, nilai ganti rugi rata-rata hanya Rp500.000/meter persegi.

“Punya saya hanya Rp459.000/meter persegi,” tambah Dwi.

Ketua Panitia Pembuat Komitmen (PPK) Tol Semarang-Solo, Waligi, menyatakan P2T akan menggelar pertemuan dengan warga pemilik tanah, Jumat (27/11/2015).

“Nanti akan tetap kami kawal sampai pengadilan jika memang warga tetap tidak setuju dengan nilai ganti rugi,”  kata Waligi.
Terkait koordinasi antara pengadilan dengan BPN atau P2T, saat ini pihaknya masih memaksimalkan komunikasi dengan warga.

“Ini tarafnya masih pendampingan sosialisasi.” P2T masih berharap ada kesepakatan antara warga dengan appraisal terkait harga yang ditawarkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya