SOLOPOS.COM - Suasana halaman Robinson Departement Store di kompleks Swiss Belinn Saripetojo, Solo, Senin (23/5/2016). Pendirian pusat perbelanjaan Robinson Departement Store dinilai menyalahi Perda No. 1/2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Toko modern Solo, legislator menilai Pemkot melakukan kesalahan fatal.

Solopos.com, SOLO--Pemkot dinilai melakukan kesalahan fatal dalam pemberian izin Robinson Department Store di kompleks Swiss Belinn Saripetojo Hotel. Legislator menilai Pemkot sengaja menabrak perda untuk melanggengkan operasional pusat perbelanjaan yang menjual komoditas sandang tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Fraksi Demokrat Nurani Rakyat (FDNR) DPRD, Supriyanto, menegaskan pembangunan Robinson jelas melanggar Perda No.5/2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Di pasal 7 ayat 3 perda, jarak antara pasar tradisional dengan pusat perbelanjaan atau toko modern minimal 500 meter. Sementara jarak Robinson dengan pasar tradisional terdekat yakni Pasar Purwosari hanya sekitar 300 meter.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kami tidak habis pikir dengan pernyataan BPMPT (Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu) yang menyebut Robinson hanya sebuah butik sehingga tidak melanggar perda. Publik mengetahui Robinson adalah pusat perbelanjaan besar dengan pakaian sebagai komoditas utama,” ujarnya saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Selasa (24/5/2016).

Supriyanto juga menyoal pemahaman Robinson boleh beroperasi karena tidak menjual sembilan bahan pokok (sembako) sama halnya pasar tradisional. Dia menegaskan Perda Toko Modern tidak mengklasifikasi pusat perbelanjaan atau toko modern dari jenis dagangan secara spesifik. Dalam perda, yang dimaksud toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket, department store, hypermarket atau grosir yang berbentuk perkulakan.

“Jadi kalau Pemkot memberikan izin karena dagangan Robinson berbeda dengan pasar tradisional, itu kesalahan fatal. Masyarakat bisa menggugat secara hukum.”
Dia meminta perizinan Robinson ditinjau ulang sebelum ada gejolak di masyarakat. Supri mengingatkan dahulu mantan Wali Kota Solo, Joko Widodo, dan masyarakat berjuang menolak pembangunan pusat perbelanjaan di eks Pabrik Es Saripetojo. “Esensi perda ini sebenarnya mengantisipasi akal-akalan investor di masa mendatang. Bisa jadi sekarang pusat perbelanjaan itu tidak menjual sembako, tapi apakah ada jaminan besok tidak muncul hypermarket di kompleks yang sama?.”

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD, Kosmas Krisnamurti, mengatakan Pasar Purwosari juga menjual komoditas yang sama dengan Robinson yakni sandang hingga aksesoris seperti sandal, sepatu dan tas. Dari segi kenyamanan pengunjung, dia menyebut Robinson jelas lebih nyaman karena memiliki fasilitas AC dan lain-lain. “Apakah ini namanya persaingan sehat? Bagaimana komitmen Pemkot untuk melindungi pasar tradisional?.”

Di sisi lain, Anggota Komisi III DPRD, Suharsono, menilai secara de facto tidak ada persaingan antara Robinson dan Pasar Purwosari. Selain perbedaan sejumlah jenis dagangan, dia menyebut segmen pengunjung kedua lokasi ini berbeda.
“Dengan melihat hal ini, kami melihat Pemkot dapat melakukan diskresi (mengesampingkan aturan untuk kepentingan umum dalam penyelesaian konflik). Menurut kami upaya itu tidak masalah sepanjang tidak ada pedagang atau masyarakat yang dirugikan.”

Namun dia mengakui masyarakat berhak menuntut pembatalan izin jika mereka menilai pemberian izin tersebut melanggar aturan. “Bisa batal melalui proses hukum. Kalau Pemkot yang membatalkan ya lucu karena mereka yang mengeluarkan izinnya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya