SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan wacana menjadikan penyebar fitnah atau hoaks dijerat dengan undang-undang teroris menunjukkan betapa dahsyat pengaruh berita bohong itu terhadap kehidupan berbangsa. Salah satunya efek hoaks bahwa Joko Widodo terlibat PKI yang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Kondisi penyebaran hoaks yang berlebihan itu, ujarnya, bukan tak mungkin bisa menyebabkan ricuhnya Pilpres 2019 sebagaimana yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Sependapat dengan Wiranto, Juru Bicara TKN Jokowi-Ma’ruf itu mengatakan penyebar hoaks sama dengan terorisme karena meneror masyarakat secara psikologis.

Promosi Keren! BRI Jadi Satu-Satunya Merek Indonesia di Daftar Brand Finance Global 500

Ace menyebutkan di sejumlah negara seperti Suriah, hoaks bisa menimbulkan perang saudara akibat isu yang diangkat menyangkut hal yang berbau sakral. Dia mencontohkan hoaks yang masih tetap dipercaya oleh masyarakat di Indonesia meski telah dibantah beberapa kali.

“Dari hasil beberapa lembaga survei menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih percaya bahwa capres petahana Jokowi terlibat sebagai angggota Partai Komunis Indonesia [PKI], antek asing dan aseng, anti ulama, hingga pro pernikahan sejenis,” ujarnya dalam diskusi Empat Pilar yang diadakan MPR, Senin (25/3/2019).

Untuk itu, kata Ace, apa yang dilakukan oleh Jokowi saat kampanye terbuka perdana dengan menyinggung hoaks bertubi-tubi terhadap dirinya sepanjang menjabat presiden selama 4,5 tahun terakhir, adalah keputusan yang tepat.

“Karena kita tahu bahwa beberapa survei dikatakan bahwa diantara 6% sampai 9%, orang masih percaya Pak Jokowi itu misalnya terlibat dalam PKI ya, melegalkan zina melegalkan LGBT. Menurut saya penegasan Pak Jokowi bahwa itu adalah fitnah dan hoaks perlu disampaikan,” kata Ace.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mengaku tidak terlalu mengkhawatirkan munculnya perpecahan di kalangan masyarakat akibat perbedaan pilihan pada Pilpres 2019. Dia mengakatan karakter bangsa Indonesia suka memaafkan dan pemilu telah berlangsung puluhan kali, namun kondisinya tidak terlalu membahayakan.

Hanya saja dia mengingatkan aparat penegak hukum yang harus dibenahi untuk bertindak netral. Menurutnya, ketidaknetralan aparat hukum akan terlihat bila satu kasus pelanggaran pemilu dengan cepat ditindaklanjuti bila diajukan oleh kelompok yang mendukung pemerintah. Akan tetapi bila ada kelompok yang tidak disukai pemerintah maka penanganan kasus pelanggaran berjalan lambat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya