SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi: Gila belanja alias shopaholic bisa membuat wanita terjerat utang. (naijapr.com)

Tips keuangan kali ini membahas tentang kebiasaan kalap atau gila belanja (shopaholic)

Solopos.com, SOLO — Pada dasarnya perempuan memang suka berbelanja. Hal itu masih wajar jika mereka dapat mengendalikan keinginan berbelanja tersebut. Namun, pada beberapa kasus ditemui fenomena ada perempuan gila belanja alias shopaholic.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Hal itu biasa terjadi pada perempuan yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas dengan sedikit aktivitas. Waktu luang dimanfaatkan untuk berbelanja dan memenuhi keinginan.

Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Juliani Prasetyaningrum, mengatakan shopaholic adalah kondisi seseorang yang sangat mudah terstimulasi untuk mendapatkan keinginannya dengan berbelanja atau membeli sesuatu yang ia inginkan. Kondisi itu tidak terjadi secara instan tetapi terbentuk melalui pengalaman hidup.

Salah satu penyebab adalah pola asuh orang tua. Mungkin saja saat orang itu masih kecil, seluruh keinginannya dipenuhi oleh orang tua sehingga ketika dewasa ia berkeinginan memiliki barang yang ia sukai. “Pada tahap ekstrem, ada orang yang menyukai baju. Meski ukuran baju itu tidak pas, ia tetap membelinya kemudian tak dipakai,” ujarnya kepada Solopos.com, belum lama ini.

Dari segi agama, membeli barang tanpa menerapkan azas kebutuhan bisa dinilai sebagai kemubaziran. Para shopaholic biasanya kalap berbelanja saat pusat perbelanjaan, terlebih jika sedang ada program diskonan dan mereka memiliki kartu kredit. Pengeluaran bisa semakin tak terkendali.

“Kalau sudah parah, shopaholic bisa saja berutang agar bisa membeli barang yang ia inginkan. Utang bisa bertumpuk-tumpuk karena menuruti keinginan,” kata perempuan yang akrab disapa Yuli itu.

Karena shopaholic tidak terjadi secara instan, butuh waktu pula untuk bisa menyadarkan orang tersebut sehingga tidak kalah oleh keinginan. Bagi suami yang memiliki istri shopaholic, hendaknya ia memberikan perhatian yang lebih kepada istri.

Perhatian itu bisa berupa komunikasi yang baik serta mendiskusikan baik-buruk perilaku berbelanja tanpa tujuan yang jelas tersebut.

Kadang, sikap istri adalah kompensasi atas kekurang perhatian suami padanya sehingga ia menghambur-hamburkan uang. Ada pula yang merasa berbalanja itu menyenangkan, memberi kepuasan, menghilangkan stres dan masalah jadi terlupakan.

“Proses penyadaran harus step by step. Suami harus membantunya untuk sadar. Kalau orang tua berlaku seperti itu, anak-anaknya kelak dapat meniru karena orang tua adalah role model bagi anak,” terang dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya