SOLOPOS.COM - Pegawai negeri sipil (PNS) Kabupaten Sragen, Agnes Sawitri, menyiapkan stok ASI perah di kulkas rumahnya sebelum berangkat bekerja agar kebutuhan ASI buah hatinya tetap terpenuhi sepanjang hari. Foto diambil akhir Februari 2014. (Indah Septiyaning W./JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Bagi wanita karier yang bekerja di luar rumah, memberi air susu ibu (ASI) eksklusif kadang bisa menjadi masalah yang pelik. Jam kerja yang panjang, apalagi jika jarak rumah ke tempat kerja relatif jauh, membuat mereka tak bisa pulang sewaktu-waktu untuk memberi ASI secara langsung kepada si buah hati.

Tetapi, bukan berarti hal itu menjadi penghalang untuk memberikan yang terbaik bagi si kecil. Seperti yang dilakukan Agnes Sawitri. Pegawai negeri sipil (PNS) di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen ini tetap getol memberi ASI eksklusif bagi putra keduanya yang berusia enam bulan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Semakin sering pumping, produksi ASI-nya justru makin banyak. Kalau tidak di-pumping, rasanya tidak enak.”

Ketika dijumpai Solopos.com, Senin (24/2/2014), Agnes mengatakan menjadi wanita karier bukan halangan bagi seorang ibu untuk memenuhi kewajiban memberi ASI eksklusif pada bayinya. Karena itulah, Agnes berupaya semaksimal mungkin memberikan ASI eksklusif minimal hingga bayinya berusia satu tahun.

Dengan berbekal, breast pump (pompa ASI) dan botol ASI, ia melakukan pumping atau memerah ASI di sela-sela waktu bekerja di kantor. Minimal tiga jam sekali Agnes melakukan pumping. “Awalnya dulu sekali pumping hanya dapat 60 ml, tapi kini bisa 200 ml. Semakin sering pumping, produksi ASI-nya justru makin banyak. Kalau tidak di-pumping, rasanya tidak enak,” kata dia.

Miss rempong. Begitulah Agnes biasa dijuluki teman-teman kerjanya. Maklum, setiap kerja ia membawa cooler bag berisi pompa ASI, ice gel, botol ASI, serta celemek menyusui. Repot memang, namun hal itu dilakukannya demi si buah hati.

Ruangan Khusus

Tantangan berikutnya yang dihadapi wanita karier sekaligus ibu menyusui adalah mencari tempat untuk memerah susu atau pumping. Ini tentu bukan perkara gampang terutama jika di kantor tak tersedia ruangan khusus laktasi.

Tak hanya itu, pumping juga butuh keleluasaan waktu sekitar 15-30 menit tergantung banyaknya susu yang diperah. “Jadi kadang kalau mau pumping, saya izin sebentar. Hasil pumping langsung dimasukkan cooler bag lalu setelah pulang ke rumah dimasukkan ke freezer. Biasanya saya bisa bawa pulang enam botol atau 600 ml ASI, jadi stok aman karena yang diminum bayi saya ya sebanyak itu,” tutur dia.

Pegawai bagian marketing salah satu perusahaan di bidang pengurusan jasa ekspor-impor area Soloraya dan Jogja, Ratih Kusuma, juga tak pernah lupa membawa perlengkapan pumping di mobilnya. Pekerjaannya sebagai petugas pemasaran yang harus keliling dari satu tempat ke tempat lainnya, tak membuat ia melupakan kewajibannya memberi ASI eksklusif untuk kedua buah hatinya. Untungnya, keinginannya memberi ASI eksklusif mendapat dukungan dari mana pun, termasuk lingkungan kantornya.

Ia mengatakan orang-orang di kantornya sangat memberi toleransi kepada karyawan perempuan yang menyusui. Jadi saat rapat pun, ia bisa sambil pumping. Tentu memakai nursing apron atau celemek menyusui yang merupakan solusi bagi kebutuhan menyusui di ruang umum. Kain celemek ini didesain untuk menutupi ibu dan bayi sehingga privasi mereka tetap terjaga selama menyusui.

“Jadi sambil meeting pun saya bisa pumping dan semua baik-baik saja. Tidak ada yang tahu kalau saya sedang pumping. Ini juga menjadi edukasi saya untuk wanita lainnya supaya tidak takut bekerja sambil memberi ASI eksklusif,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya