SOLOPOS.COM - Karya-karya desainer yang tergabung dalam The Rempeyeks yang ditampilkan dalam fashion show Perang Parang di The Phoenix Hotel, Jogja, Kamis (31/3/2016). (Kusnul Isti Qomah/JIBI/Harian Jogja)

Tips fashion kali ini datang dari kelompok The Rempeyeks mencoba memberi semangat dengan baju “I Love Monday”

Harianjogja.com, JOGJA–Sebagai salah satu penyokong industri kreatif, dunia fashion harus terus menunjukkan inovasi dan karya-karya segar. Kali ini, kelompok The Rempeyeks mencoba menunjukkan karya-karya bertemakan motif batik parang dalam fashion show bertajuk Perang Parang di The Phoenix Hotel, Kamis (31/3/2016).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Koordinator The Rempeyeks dan salah satu desainer di DIY Endarwati mengatakan, para desainer memiliki misi untuk melestarikan warisan budaya dan menerapkannya dalam setiap karya. Kali ini kelompok ini mengangkat motif parang.

“Kami ingin melihat, motif parang ini akan jadi apa sih di tangan para desainer?” papar dia, ketika ditemui di The Phoenix Hotel, Jogja, Kamis (31/3/2016).

Endarwati menghadirkan karya bertajuk I Love Monday. Tema ini diwujudkan dalam berbagai model busana kerja dalam potongan yang berbentuk kulot, pollazo, dress, celana harem, dan kemeja siap pakai ke kantor di awal pekan.

“Hari Senin biasanya dianggap hari membosankan. Untuk itu, saya menghadirkan baju-baju bertema I Love Monday,” papar dia.

Baju-baju itu akan membuat orang yang mengenakannya merasa lebih nyaman di hari Senin setelah libur pada Sabtu dan Minggu. Mood akan meningkat ketika mengenakan baju berwarna-warni dan berpotongan semiformal.

Endar mengaku, target market utama adalah pekerja-pekerja. Selain itu, ia juga membidik wisatawan asing yang berkunjung ke DIY. Adapun harga setiap karyanya antara Rp500.000 hingga Rp700.000. “Sasaran saya memang wisatawan asing,”  ungkap dia.

Ia berusaha selalu menyajikan karya yang baru setiap bulan. Selain menuruti idealismenya, ia juga melihat permintaan pasar. Agustus lalu, ia membuat baju dengan tema plesiran. Baju-baju itu dirancang untuk keperluan rekreasi dengan potongan loose, longgar, dan tidak sesak. Warna yang dipilih pun warna yang cocok untuk kegiatan luar ruang dan cerah seperti kuning.

“Saat paling ramai saat libur musim panas wisatawan Eropa. Omzetnya per bulan antara Rp50 juta hingga Rp100 juta. Kalau pas musim biasa, omzet rata-rata Rp40 juta per bulan. Saat ini saya sedang mempersiapkan untuk Agustus pas libur musim panas,” ujar dia.

Selain Endarwati, ada lima desainer lainnya yakni Darie Gunawan, Theo Ridzy, Lidwina Wuri, Caroline Rika Winata feat Nitik Taman Lumbini, dan Djoko Margono. Darie Gunawan menghadirkan karya dalam tema Journey of War yang meggunakan motif parang rusak. Motif ini pertama kali diciptakan oleh Panembahan Senopati.

Warna-warna dominan dalam koleksi ini seperti hitam dan putih yang menyimbolkan angel and devil (malaikat dan iblis). Warna itu menyimbolkan kebaikan dan keburukan yang merupakan dua elemen yang selalu ada dalam setiap perang. Ia menggunakan material katun, linen dengan motif salur hitam putih dan polkadot hitam putih sebagai modifikasi. “Koleksi ini dipersembahkan untuk segala usia baik muda maupun tua,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya