SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekerasan terhadap anak (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO — Kekerasan terhadap anak bisa terjadi di mana saja, tak terkecuali di sekolah. Tatkala anak menjadi korban kekerasan di sekolah dan anak tersebut enggan bersekolah, orang tua tak boleh hanya diam.

Harus ada upaya dari orang tua agar hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, tetap terpenuhi. Saran itu disampaikan Direktur Yayasan Kepedulian untuk Anak Surakarta (Kakak), Shoim Sahriyati.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ia menyarankan jika anak mengalami kekerasan fisik di sekolah, langkah pertama yang harus dilakukan orang tua axdalah berusaha menemui pihak sekolah untuk menyampaikan masalah yang dihadapi anaknya. Setelah itu, lihat bagaimana respons sekolah.

“Jika ternyata tidak ada itikad baik dari pihak sekolah untuk meminta maaf dan memberikan jaminan tak ada lagi kekerasan di sekolah, menempuh jalur hukum bisa jadi pilihan,” ungkapnya saat ditemui Solopos.com di Kantor Kakak, Selasa (20/5/2014).

Kalaupun persoalan itu diselesaikan secara damai, ungkapnya, harus ada beberapa hal yang dilakukan sekolah. Pertama, guru yang melakukan kekerasan diminta meminta maaf di depan anak-anak lainnya.

Hal itu untuk memberikan pengetahuan kepada anak lain bahwa guru itu memang bersalah. Dari kejadian itu para siswa juga mendapatkan pembelajaran bahwa orang yang bersalah harus meminta maaf. Selain siswa, harapannya hal itu menjadi pelajaran bagi guru lainnya agar tidak melakukan kekerasan.

Kepada anak korban kekerasan, Shoim menyarankan agar anak tersebut ditanya terlebih dahulu, apakah masih ingin bersekolah di sekolah tersebut atau tidak. Jika ingin tetap di sekolah tersebut, orang tua harus memantau anak dan sekolah. Misalnya untuk mengetahui apakah setelah ada penyelesaikan secara damai, anak mendapatkan tekanan dari pihak sekolah atau tidak. Tekanan itu bisa berupa sindiran atau bahkan cemoohan dari guru atau siswa.

Jika siswa korban kekerasan menghendaki pindah sekolah, Shoim berpendapat agar keinginan itu jangan langsung dituruti. Pasalnya terkadang keinginan anak berubah-ubah. “Mungkin saat itu minta pindah, nanti minta balik lagi ke sekolah. Jika karena ada perasaan takut, yakinkan siswa itu bahwa pihak sekolah sudah berjanji tidak akan mengulangi atau menekan siswa tersebut,” jelasnya.

Jika setiap siswa korban kekerasan memilih pindah ke sekolah lain, Shoim khawatir kejadian serupa akan terulang kepada siswa lainnya. Pasalnya tidak ada pembelajaran bagi sekolah. Terkadang, kata Shoim, sesuatu yang sebenarnya bentuk kekerasan, dianggap pihak sekolah bukan sebagai tindakan kekerasan di sekolah. Namun ketika siswa korban kekerasan itu tetap ingin pindah sekolah, ungkapnya, terkadang juga harus dituruti. “Kenyamanan anak selama menuntut ilmu harus diperhatikan. Jadi orang tua tidak bisa memaksa anak tetap bertahan jika anak sudah tidak mau,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya