SOLOPOS.COM - Ilustrasi ibu dan anak (www.laparent.com)

Tips asuh anak berikut mengenai memperlakukan anak sesuai dengan potensi.

Harianjogja.com, JOGJA- Beberapa orangtua mengkhawatirkan prestasi yang diraih anaknya. Mereka kawatir masa depan anaknya saat dewasa. Secara tidak sadar, mereka kemudian membandingkan dengan anak orang lain. Akhirnya, orangtua tersebut menerapkan berbagai strategi dan stimulasi melalui kursus-kursus serta kegiatan edukatif lainnya. Anak dituntut ketat meningkatkan pretasi sesuai harapan orangtuanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ada juga orangtua yang merasa memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan. Merasa tidak beruntung saat dia kecil. Pengalaman pahit itu akhirnya mendorong orangtua memberikan berbagai hal yang diinginkan anak. Memanjakan mereka dengan segala permintaannya. Ada juga orangtua yang memberikan berbagai kegiatan untuk anak tanpa mempertimbangkan kemampuan dan kesiapannya. Anak diberi banyak kesempatan yang lebih baik dari orangtua.

“Ketika didapati anak tersebut tidak berhasil mencapai target atau prestasi yang diharapkan, orangtua kebingungan. Tidak jarang ia menambah berbagai kegiatan yang dianggap bisa meningkatkan prestasi, menyalahkan sekolah dan menganggap sekolah tidak mampu mendidik anaknya,” jelas Head of Elementary Olifant Mariana Hastuti melalui rilisnya, Rabu (25/11/2015).

Dia menyebut, fenomena tersebut sebagai hyper parenting. Dijelaskan Hastuti, pengertian hyper parenting merupakan usaha yang dianggap baik dan dilakukan orangtua dalam pola pengasuhan. Tujuannya untuk memberikan stimulasi positif kepada anak tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau kemampuan anak tersebut.

“Usaha-usaha yang dilakukan seakan-akan merupakan usaha untuk mengembangkan diri anak. Seringkali motivasi yang mendasari hal tersebut adalah ketidakpuasan orangtua dalam hidupnya sehingga ingin memberikan harapan pada anak untuk dapat mewujudkannya,” ujarnya.

Beberapa ciri orangtua hyper parenting di antaranya menerapkan disiplin terlalu ketat pada anak dan kurang mempertimbangkan situasi yang sedang terjadi. Ciri lainnya, orangtua tersebut selalu merasa khawatir dengan masa depan anak, menitikberatkan prestasi kognitif dan akademis pada anak. Ada juga yang merasa cemas jika anaknya dianggap tidak sepintar anak-anak yang lain. Membandingkan anak dengan teman-temannya. Selalu merasa kurang atas hasil pencapaian anak dan merasa kecewa ketika anak tidak bisa memenuhi harapannya.

“Anak mungkin terlihat menikmati dan senang dengan over scheduling yang mereka jalani. Mungkin juga mereka sebenarnya tidak menikmati namun mereka tetap menjalaninya karena ingin menuruti orangtuanya. Tapi mari kita lihat, apa efek yang akan dialami ketika orangtua hanya mencari kepuasan,” ujarnya.

Efek hyper parenting bagi anak-anak, kata Hastuti, di antaranya anak merasakan kecemasan, mengalami gangguan fisik, menjadi sulit konsentrasi ketika belajar di sekolah. Anak juga tidak memiliki empati dan menilai segala sesuatu dengan materi. Anak juga tidak mau mengikuti kegiatan sekolah bahkan menolak untuk mengikuti berbagai kursus yang sudah dijalaninya. Prestasi akademik anak bisa menurun, tidak mampu mengembangkan logika berpikir, tidak bisa mengekspresikan kehendak atau keinginan diri.

“Anak akan terlihat kurang bahagia, murung, menyendiri di dalam kamar, menghindari relasi, atau bahkan membuat anak menjadi mudah marah. Kalau orangtua terjebak dalam hyper parenting ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Salah satunya memperbaiki kualitas waktu hubungan dengan anak,” ujarnya.

Orangtua juga belajar untuk menjadi pendengar untuk anak-anak, sebab anak bukan miniature orangtua atau orang dewasa lain. Mereka pribadi yang memiliki kehendak, perlu berlatih untuk menyampaikan kehendak serta mengekpresikan perasaan mereka. Ketiga, terima anak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Berikan penghargaan atas ruang pribadi yang mereka perlukan. “Tidak ada salahnya sekali waktu membuat anak tidak produktif. Bukan untuk membiarkannya menuju kegagalan, tapi untuk memberikan pengalaman bagi mereka dan menunjukkan penghargaan kita atas keinginan pribadinya,” ujarnya.

Hal paling penting, jangan membandingkan anak dengan orang lain. Mereka adalah mereka dengan berbagai keunikan dirinya. “Mari kita evaluasi bersama, bagaimana menerapkan pola pengasuhan anak. Menjadi orangtua yang bijak, dan memahami kebutuhan anak akan jauh lebih menyenangkan untuk anak kita,” ajak dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya