SOLOPOS.COM - Warga melintas di Kampung Ketandan Jogja. (Bernadheta Dian Saraswati/JIBI/Harian Jogja)

Tionghoa Jogja mengalami akulturasi, yang tampak di kawasan Ketandan

Harianjogja.com, JOGJA-Kampung Ketandan memiliki sejarah panjang terbangunnya hubungan antara masyarakat Tionghoa dan Jawa yang harmonis sejak ratusan tahun silam. Bangunan lama yang ada di kawasan pecinan ini menjadi saksi akulturasi dua budaya tersebut.

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Revitalisasi yang dilakukan Pemkot Jogja untuk membangun kawasan China Town di kampung ini mulai dilakukan dengan memperbarui fasad-fasad bangunan yang ada.

Ketua RW 05 Ketandan, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Tjundaka Prabawa mengatakan revitalisasi kampung ini sudah diinisiasi sejak tiga tahun lalu.

“Ketandan sendiri bahkan sudah ada sejak 250 tahun silam, berbarengan dengan Pura Pakualaman. Kampung ini menjadi saksi akulturasi budaya Tiongkok dan Jawa yang sudah ada sejak dahulu,” ujar Tjundaka kepada Harianjogja.com, Minggu (5/2/2017)

Tjundaka mengungkapkan, Ketandan berasal dari kata Tondo, sebutan untuk petugas penarik pajak warga Tionghoa untuk Kraton Ngayogyakarta. Sejarah perkembangan masyarakat Tionghoa dimulai dari kampung ini melalui salah satu tokohnya yaitu Kapitan Tan Jin Sing.

Sosok Tan Jin Sing yang hidup antara tahun 1760 sampai 1831, dikenal memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Kraton Jogja. Bahkan, berkat jasanya terhadap Kasultanan Ngayogyakarta, Tan Jin Sing diberi gelar Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Secadiningrat.

“Salah satu peninggalan sejarah adanya akulturasi dua budaya ini masih dapat dilihat dari rumah milik Tan Jin Sing dan beberapa bangunan tua yang ada di kampung ini,” jelas Tjundaka.

Tjundaka menegaskan, bangunan bersejarah yang ada di kampung ini memiliki tiga gaya arsitektur. Pengaruh budaya Jawa, Tionghoa dan Belanda dapat diamati pada beberapa bangunan yang ada di kampung ini. Gaya arsitektur Tionghoa biasanya tampak pada bagian atas bangunan, sedangkan unsur Jawa dapat diamati pada sisi muka bangunan.

“Maka dari itu, kami berharap pada penataan kampung ini jangan sampai meninggalkan akulturasi budaya yang ada, yakni perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa. Karena kedua budaya ini sudah tumbuh berbarengan dan mencerminkan harmonisasi masyarakat beda etnis yang sudah terbangun sejak lama,” imbuh Tjundaka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya