SOLOPOS.COM - Ilustrasi koruptor (Google/Inilah.com)

Tindak pidana korupsi memungkinkan pencucian uang hasil korupsi melalui keluarga. Langkah itu ditengarai Fitra tengah menjadi favorit koruptor.

Solopos.com, JAKARTA Para pelaku tindak pidana korupsi sering kali mengakali penegak hokum—baik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun di Mabes Polri—untuk menyembunyikan uang haram hasil korupsi yang telah dilakukan seorang koruptor. Salah satu cara untuk melarikan uang hasil korupsi yang efektif adalah dengan melakukan money laundring atau pencucian uang dengan cara membuat perusahaan fiktif, yayasan, menyimpan di bank di luar negeri, maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU) kepada keluarga, seperti istri dan anak kandungnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), TPPU kepada anak kandung, seperti dilakukan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin Imron dan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, saat ini sedang menjadi langkah favorit koruptor. Fuad Amin dan Udar Pristono kini berstatus sebagai tersangka yang diproses hukum dalam kasus tindak pidana korupsi.

?Koordinator Fitra, Uchok Sky Khadafi, meyakini uang hasil korupsi yang dicuci melalui anak kandung nantinya dapat berubah menjadi harta warisan jika tidak diketahui dan terungkap penegak hokum sehingga uang hasil korupsi seolah menjadi uang halal. ?”Kalau nanti harta warisan sudah dianggap halal, aparat hukum tidak bisa mengambil harta tersebut,” tutur Uchok kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Jakarta, Rabu (7/1/2015).

Seperti diketahui, saat ini KPK tengah menyelidiki keterlibatan anak kandung Fuad Amin yang kini telah menjabat sebagai Bupati Bangkalan, Makmun Ibnu Fuad, dalam perkara suap jual beli gas alam di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Secara bersamaan, pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) juga tengah menyelidiki keterlibatan anak kandung Udar Pristono, yaitu Aldi Pradana, yang diduga kuat telah menerima aliran dana dari orang tuanya senilai Rp100 juta hasil tindak pidana korupsi pengadaan bus Transjakarta.

Menurut Uchok, koruptor yang kerap menggunakan anak kandung sebagai tempat untuk melakukan pencucian uang dianggap tidak profesional, karena pencucian uang tersebut masih dapat terdeteksi oleh penegak hukum. ?”Koruptor yang masih mempergunakan anak sebagai yang menerima harta korupsi masih dianggap belum canggih,” kata Uchok.

?Uchok meyakini bahwa pencucian uang yang dilakukan Fuad Amin dan Udar Pristono melalui anak kandung mereka dilakukan karena kedua pelaku korupsi tersebut tidak percaya kepada orang lain. Itulah pasalnya, mereka menggunakan keluarga sebagai alat untuk melakukan pencucian uang karena dianggap lebih aman.

“Koruptor seperti ini biasanya tidak percaya dengan orang lain dan harta hasil korupsi takut dibawah lari sama orang lain,” tukas Uchok.

Terus Ditelusuri
Sebelumnya, Kasubdit Penyidikan pada JAM Pidsus Kejagung, Sarjono Turin, telah mencurigai putra Udar Pristono, Aldi Pradana, menerima Rp100 juta aliran dana korupsi dari ayahnya. Uang Rp100 juta itu kini berada di rekening pribadi Aldi.

Menurut Turin, jika uang senilai Rp100 juta tersebut terbukti hasil aliran dana TPPU Udar Pristono kepada Aldi, maka tidak menutup kemungkinan Aldi juga akan dijerat dengan pasal TPPU seperti ayahnya. “Kami sudah memiliki alat bukti, yang bersangkutan diduga menerima aliran dana sekitar Rp100 juta dan tersimpan dalam sebuah rekening,” tutur Turin.

Menurut Turin, dalam kasus TPPU yang dilakukan Udar Pristono, pihaknya akan terus menelusuri pihak-pihak lain yang diduga kuat turut menikmati hasil TPPU Udar Pristono, untuk kemudian dijerat dengan pasal TPPU. “Kami terus dalami,” janji Turin.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya