SOLOPOS.COM - Timnas U-19. (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Solopos.com, JAKARTA – Pernyataan pemerintah melalu Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, yang melarang pemain tim nasional U-19 menjadi bintang iklan mendapat kecaman beberapa pihak.

Pengamat sepak bola dan olahraga, Budiarto Shambazy, menganggap Menpora tak para pemain Garuda Muda, julukan Timnas U-19,  menjadi bintang iklan. Pasalnya, mendapat pemasukan dari kontrak iklan adalah hak atlet karena mereka punya kebutuhan yang harus dipenuhi.

Promosi Santri Tewas Bukan Sepele, Negara Belum Hadir di Pesantren

“Atlet itu manusia biasa juga, mereka punya kebutuhan yang harus dipenuhi dan saat mendapatkan pemasukan itu tak mungkin ditolak. Keliru kalau melarang atlet mengikat kontrak jadi bintang iklan, itu HAM-nya atlet. Mereka punya kebutuhan sendiri yang tidak mungkin dipahami orang lain,” ujar Shambazy, dilansir Detik, Kamis (17/10/2013).

Diberitakan sebelumnya, Mepora Roy Suryo melarang anggota skuat tim nasional U-19 menghadiri undangan politis. Selain itu, Evan Dimas dkk juga dilarang menjadi bintang iklan. “Timnas U19 harus dimurnikan, dilarang main iklan karena akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat,” cetus Roy di Yogyakarta.

Atlet yang menjadi bintang iklan, disebut Budiarto, adalah salah satu bentuk industri sepak bola dan merupakan apresiasi atas prestasi yang mereka raih. Iklan membuat atlet mendapat pemasukan tambahan, apalagi selama ini banyak atlet di Indonesia nasibnya tak jelas lantaran gaji dan tunjangan yang sering tertunda hingga berbulan-bulan.

Budiarto pun mencontohkan pesepak bola Eropa yang justru mendapat pemasukan sangat besar dari kontrak mereka dengan banyak produk sebagai bintang iklan.

“Itulah industri, (pelarangan itu) bertentangan dengan industri. Di televisi kita lihat pemain Manchester City jadi bintang iklan minuman, sementara pemain Liverpool di iklan Garuda (Indonesia). Inikan ironis. Seolah-olah bule-bule itu hebat. Pemain itu punya kebutuhan. Mereka sudah membawa nama bangsa, kemudian dielu-elukan dan produsen tertarik. Masak tidak boleh jadi bintang iklan?”

“Itu bagus buat atlet. Itu tambahan penghasilan, daripada mereka terima suap. Daripada nunggu gaji dari klub yang tidak keluar-keluar. Itu bukan prestasi ecek-ecek, tidak main-main. Wajar pemain dapat ganjaran iklan, bonus juga wajib hukumnya. Pemerintah tidak malu apa? Atlet kan punya kebutuhan,” terangnya lagi dalam perbincangan melalui sambungan telepon.

Dilanjutkan Budiarto, atlet punya kepentingan besar saat memutuskan menerima kontrak iklan. Dengan usia produktif yang tidak panjang, mereka harus berpacu dengan waktu untuk mengumpulkan pemasukan.

“Pemerintah harus lebih memahami kehidupan atlet yang sebagian besar tidak dalam kehidupan ekonomi baik. Atlet punya waktu singkat dibanding profesi lainnya, usia emas mereka tidak panjang. Paling total hanya 15 tahun mereka punya kesempatan menunjukkan prestasi, membela negara, di situlah ada kesempatan mengumpulkan uang atas prestasi yang sudah diraih. Mereka bukan bankir, yang makin tua gajinya bisa makin besar.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya