SOLOPOS.COM - Bupati Boyolali Seno Samodro berbincang-bincang dengan anak-anak Desa Cluntang di sela-sela Seminar Peran Perempuan dan Remaja Pedesaan dalam Pencegahan Trafficking melalui Pengelolaan Sumber Daya Lokal di Desa Cluntang, Musuk, Selasa (25/10/2016). (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Kecamatan Musuk, Boyolali, menjadi kecamatan pertama yang membentuk tim pemantau trafficking tingkat desa.

Solopos.com, BOYOLALI — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membentuk tim pemantau trafficking (perdagangan orang) tingkat desa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Secara nasional, tim pemantau trafficking kali pertama dibentuk di Kecamatan Musuk, Boyolali. Di Kecamatan Musuk ada 20 desa dan di masing-masing desa ada tiga anggota tim pemantau.

Tim pemantau trafficking dibentuk sebagai early warning system guna menangkal potensi perdagangan orang terutama anak dan perempuan dari sektor hulu.

“Selama ini pembahasan masalah trafficking ramai di hilir kalau ada kasus. Jadi seolah-olah kita sedang menunggu korban. Sekarang kami balik. Kami mulai berdayakan potensi di tingkat hulu untuk mencegah trafficking,” kata Asisten Deputi Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Budi Prabowo, saat ditemui Solopos.com di sela-sela ?Seminar Peran Perempuan dan Remaja Pedesaan dalam Pencegahan Trafficking melalui Pengelolaan Sumber Daya Lokal di Desa Cluntang, Musuk, Selasa (25/10/2016).

Tim pemantau akan jadi pioner di lapangan untuk mencegah trafficking. “Kalau ada tetangga mau diajak kerja ke luar negeri, tim ini bisa intervensi, tanyakan paspornya, usianya dipalsukan atau tidak? Jika dipalsukan, bisa lapor kepada pihak berwajib.”

Setelah dibentuk di Boyolali, tim pemantau trafficking juga akan dibentuk di NTT, Cilacap, Kalimantan Barat, dan Riau. NTT termasuk wilayah dengan kasus trafficking tertinggi yang dilatarbelakangi faktor kemiskinan, ketidakahuan tentang informasi migrasi yang aman, sempitnya lapangan kerja, dan anak perempuan dianggap aset ekonomi.

Secara nasional, kementerian terkait belum memiliki data pasti jumlah kasus atau anak dan perempuan yang menjadi korban trafficking. Trafficking ibarat gunung es. Lantaran dilakukan secara terselubung banyak kasus yang belum terungkap.

Bupati Boyolali, Seno Samodro, mengaku pernah bertemu tiga orang asal Boyolali di Eropa yang pernah menjadi korban trafficking. “Tapi itu dulu waktu masih era Orde Baru. Untuk saat ini, nihil, tidak ada laporan terkait korban trafficking di Boyolali.”

Ada beberapa kebijakan strategis yang akan dibuat Pemkab Boyolali untuk mengurangi kekerasan terhadap anak dan perempuan serta mencegah trafficking.

“Bahkan saya berharap setiap desa berkomitmen memanfaatkan sebagian dana desa untuk kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak. Seberapa porsinya, bisa dilihat pada juknis yang penting tidak mempersulit laporan pertanggungjawaban,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya