SOLOPOS.COM - Padatnya lalu lintas kendaraan pada musim mudik Lebaran 2017 di jalur jalan Solo-Semarang, Tengaran, Kabupaten Semarang, Jateng, Rabu (28/6/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Aloysius Jarot Nugroho)

Solopos.com, SOLO — Larangan mudik yang diterbitkan pemerintah untuk 6-17 Mei 2021 dianggap penting untuk pengendalian persebaran Covid-19 di Indonesia. Tidak mudik dianggap jitu untuk kendalikan potensi pergerakan orang secara masif yang secara otomatis mencegah terjadi lonjakan kasus Covid-19.

Ahli Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Iwan Ariawan, mengatakan hasil analisis data Facebook GeoInsight menemukan setiap libur panjang terjadi lonjakan mobilitas atau pergerakan dari satu daerah ke daerah lain.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

Facebook mendefinisikan pergerakan ini sebagai perpindahan orang minimal 600 meter dari lokasi awal. Sedangkan, Iwan dan timnya menganalisis pergerakan orang ini pada jam-jam tertentu. Hasilnya memperlihatkan pada libur panjang Natal dan tahun baru banyak orang bepergian dalam satu hari. Pergerakan tinggi terlihat di Pulau Jawa dan Bali.

Baca Juga: 4 Zodiak Ini Kata Astrologi Terlahir Cerdas & Kreatif, Kamu Termasuk?

“Kami tertarik melihat ini karena ada peningkatan kasus Covid-19 kala itu,” kata Iwan, dalam talkshow virtual yang digelar Satgas Penanganan Covid-19, Selasa (6/4/2021).

Tak hanya itu, analis Iwan juga menemukan setiap libur panjang terjadi lonjakan mobilitas. Pada libur Lebaran tahun lalu misalnya terjadi peningkatan mobilitas meski rendah. Hal ini dipicu oleh adanya kebijakan larangan mudik.

Ekspedisi Mudik 2024

Namun, lonjakan mobilitas secara signifikan ditemukan pada liburan 17 Agustus, libur panjang 1 Muharram, dan yang paling tinggi pada libur Natal dan tahun baru. “Kalau libur panjang bukan liburnya yang bermasalah. Libur mendorong orang bepergian dan diikuti kenaikan kasus,” ujar dia.

Baca Juga: Kata Astrologi Pasangan Zodiak Ini Cocok Jadi Pasangan Hidup

Menurut Iwan yang anggota Tim Pakar Satgas Covid-19, tingginya mobilitas ini berpotensi meningkatkan persebaran Covid-19. Peningkatan kasus bisa terjadi di daerah tujuan dan daerah asal. Risiko penularan bisa terjadi selama perjalanan baik pergi maupu n pulang.

“Yang perlu diwaspadai, [lonjakan kasus] banyak dipicu oleh varian baru [SAR-CoV-2] yang penularannya lebih cepat. Saya dan teman-temannya menyarankan jangan mudik dulu,” pesan Iwan.

Lonjakan ini seperti yang terjadi di Eropa belakangan ini. Hasil studi genomik menemukan penularan tinggi ini dipicu oleh strain virus B117 yang penularannya lebih cepat. Apalagi, strain ini juga ditemukan di Indonesia pada awal Maret lalu.

Baca Juga: Turn Back Hoax: Vaksin Covid-19 Dibuat Sebelum Pandemi?

Risiko lainnya adalah apabila penulan terjadi kepada risiko rentan, menimbulkan risiko fatalitas yang tinggi. Sebab, saat mudik, seseorang akan bertemu orang tua dan nenek yang masuk ke dalam kelompok lansia. Risiko ini makin tinggi apabila kelompok rentan ini memiliki riwayat penyakit penyerta atau komorbid.

“Kalau masih ngeyel ada kemungkinan kasus naik di tengah saat ini kasus menurun menuju perbaikan. Sangat disayangkan kalau naik lagi. Ini jadi tidak terkendali. Padahal, kita berharap ini segera terkendali,” kata Iwan.

Staf Khusus Menteri Perhubungan sekaligus Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, mengatakan setiap kali libur panjang terjadi lonjakan arus penumpang dan kendaraan pribadi. Pada libur panjang pekan lalu misalnya ada 350.000 kendaraan melintasi tol. Jumlah penerbangan juga melonjak 39 persen. Lonjakan mobilitas ini biasanya diikuti kenaikan kasus Covid-19.

Baca Juga: Kata Fengsui Ada 5 Kesalahan Umum Penataan Rumah

“Walaupun tugas dan fungsi kami memfasilitasi pergerakan manusia, kami mengimbau jika tidak mendesak sebaiknya tidak perlu. Jangan lakukan mobilitas dulu,” kata Adita.

Pembatasan mobilitas ini salah satunya dituangkan dalam SE No. 12/2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri dalam Masa Pandemi Covid-19. Selain itu, ada mekanisme skrining yang harus dilalui pelaku perjalanan sebelum mengakses kendaraan umum.

Menurut Adita, pengaturan pembatasan mobilitas tidak hanya terjadi di daerah tetapi juga di daerah tujuan. Sebab, tujuan orang bepergian beragam mulai dari wisata, kerja, sekolah, silaturahmi, dan lainnya. Derajat kepentingan bepergian ini yang seharusnya juga diatur.

Baca Juga: Begini Cara Download Video Youtube Tanpa Aplikasi...

Selain itu, pada level tertentu perlu diberlakukan sanksi atas pelanggaran larangan kepada masyarakat. Namun, sebelum sanksi, pemerintah dan segenap elemen lainnya harus gencar mengedukasi dan sosialisasikan kebijakan larangan mudik. Edukasi ini bisa melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga penyintas Covid-19.

Edukasi ini menitikberatkan pada penjelasan bahwa mudik tidaklah berfaedah baik untuk diri sendiri, keluarga, dan rekan perjalanannya. Dengan demikian, masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk tidak mudik dan menekan potensi pelanggaran.

“Potensi penularan dari pergerakan ini cukup tinggi. Pergerakan ini justru membuat pandemi tidak terkendali. Apalagi pemerintah berencana membuka PTM [Pembelajaran Tatap Muka]. Kalau angka tidak membaik, bisa ditunda [lagi],” kata Adita.

Baca Juga: 4 Zodiak Ini Konon Tidak Suka Berbagi, Benarkah?

Ketentuan Perjalanan Dalam Negeri

Pengguna transportasi udara wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif:

Tes RT-PCR maksimal 3 x 24 jam

rapid test antigen maksimal 2 x 24 jam

Ge Nose C19 sebelum keberangkatan

Wajib mengisi Indonesia Health Alert Card (e-HAC Indonesia).

 

Pengguna transportasi laut wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif:

Tes RT-PCR maksimal 3 x 24 jam

rapid test antigen maksimal 3 x 24 jam



Ge Nose C19 sebelum keberangkatan

Wajib mengisi Indonesia Health Alert Card (e-HAC Indonesia).

 

Pengguna transportasi kereta api antarkota wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif:

Tes RT-PCR maksimal 3 x 24 jam

rapid test antigen maksimal 3 x 24 jam

Ge Nose C19 sebelum keberangkatan

 

Pengguna transportasi darat pribadi diimbau menunjukkan surat keterangan hasil negatif:



Tes RT-PCR maksimal 3 x 24 jam

rapid test antigen maksimal 3 x 24 jam

Ge Nose C19 di rest area.

Diimbau mengisi e-HAC Indonesia.

Petugas Satgas Penanganan Covid-19 Daerah akan mengetes secara acak.

 

Anak-anak di bawah lima tahun tidak diwajibkan tes RT-PCR, rapid test antigen, dan GeNose.

Apabila hasil tes negatif namun menunjukkan gejala, pelaku perjalanan dilarang melanjutkan perjalanan dan wajib tes RT-PCR dan isolasi mandiri selama menunggu hasil tes.

Selama perjalanan masyarakat wajib mematuhi protokol kesehatan meliputi memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan.



Sumber: SE Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 12 Tahun 2021 (chy)

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya