SOLOPOS.COM - Jafar Sodiq Assegaf (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Impor  pakaian bekas mengganggu industri tekstil dalam negeri. Bos Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, menyebut itu membuat banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sektor tekstil dan produk tekstil di Soloraya menangis.

Kegelisahan ini ditangkap pemerintah. Presiden Joko Widodo meminta impor baju bekas disetop. Impor baju bekas bisa mengganggu industri dalam negeri. Merugikan para pengusaha tekstil dalam negeri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mengakibatkan kerugian negara dan menurunkan tingkat ekspor. Presiden Joko Widodo mengintruksikan impor pakaian bekas disetop. Istilah thrifting mengarah pada kegiatan berbelanja produk bekas, yang berharga lebih murah, sehingga dianggap lebih hemat.

Kata thrift atau thrifting artinya hemat atau penghematan. Pengertian ini mengacu pada perilaku menghemat uang yang dikeluarkan, misalnya berbelanja produk yang murah. Thrifting seperti berbelanja produk bekas ini bisa berupa produk lokal maupun impor.

Ekspedisi Mudik 2024

Selain murah, kegiatan ini juga sebagai pernyataan sikap. Komunitas Zero Waste menginisiasi fashion revolution pada April 2020. Mereka menyebut tren brand fast fashion menimbulkan bahaya penumpukan sampah tekstil yang berakibat buruk terhadap lingkungan.

Muncul tren mendaur ulang pakaian-pakaian tipe fast fashion tersebut untuk dipakai lagi. Suka tidak suka, label baru untuk jual beli pakaian bekas ini telah memengaruhi generasi baru, utamanya Gen Z.

”Belanja bahasa” dengan mengganti istilah jual beli pakaian bekas menjadi thrifting berhasil memoles tren ini menjadi terlihat keren, apalagi ada pernyataan sikap yang mengiringinya. Format jual beli baju bekas ini sebetulnya sudah lama ada di Indonesia.

Dulu sempat muncul istilah rombengan atau awul-awul untuk baju bekas yang dijual kembali. Bedanya, jika kini baju thrifting bisa bernilai cukup tinggi, baju dengan label rombengan harganya nyaris tak memiliki nilai ekonomi yang memadai.

Selain istilah thrifting atau thrift shop ada pula preloved. Istilah yang terakhir disebut ini biasanya dilakukan oleh figur kenamaan seperti selebritas Internet atau artis yang menjadi kiblat fashion. Preloved artinya barang-barang yang dijual dalam kondisi tidak baru alias  bekas.

Preloved adalah penjualan barang milik pribadi yang masih layak dipakai, sedangkan thrift adalah menjual banyak barang bekas atau baju bertumpuk. Perbedaan lain adalah dalam hal brand dan dari mana barang tersebut berasal.

Dari manapun dan apa pun yang diperjualbelikan, pakaian tersebut tetaplah bekas pakai. Kegiatan thrifting yang biasa dikenal di Indonesia belakangan ini sebenarnya adalah kegiatan menjual barang-barang impor, limbah pakaian dari luar negeri, yang dikirim berkarung-karung ke Indonesia.

Ada yang menyebutnya dengan istilah bal-balan. Istilah bal-balan ini merujuk pada cara pengemasannya yang menggunakan karung atau biasa dikenal pula dengan istilah bal. Aktivitas ini sebenarnya ilegal sejak cukup lama.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 melarang impor pakaian bekas dari luar negeri. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor menguatkan larangan itu.

Menteri Perdagangan mengatur barang yang dilarang untuk diimpor. Dalam Pasal 2 ayat (3) dijelaskan pakaian bekas impor termasuk barang yang dilarang diimpor. Barang dilarang diimpor berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.

Bagaimana bisnis ini bisa berlangsung hingga sekarang dan justru menjadi tren di kalangan muda? Memang ada banyak cara limbah pakaian bekas ini bisa masuk ke Indonesia. Salah satunya tentu dengan cara ilegal. Beberapa kali pemerintah memusnahkan pakaian bekas yang diimpor.

Selain ilegal, pernyataan thrifting sebagai tren peduli lingkungan juga perlu kembali dievaluasi. Jika tren thrifting dimaksudkan menekan konsumsi fast fashion dan menggelorakan pemikiran daur ulang pakaian bekas maka menjadi kontradiktif ketika pakaian bekas yang dijual adalah barang impor.

Bagaimana bisa menekan semakin banyak limbah dengan cara memasukkan limbah tekstil dari luar negeri untuk dijadikan bahan daur ulang fashion? Ujung-ujungnya, thrifting sebenarnya tampak murni bisnis. Jika dikaitkan dengan isu seputar lingkungan, ada kejanggalan-kejanggalan lain.

Kita bisa dengan mudah mengetahui impor pakaian bekas jelas bakal menambah jumlah limbah pakaian di dalam negeri. Bisnis baju bekas yang didatangkan dari luar negeri seolah-olah adalah menemukan tempat pembuangan baru untuk menyalurkan limbah tekstil itu.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 20 Maret 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya