SOLOPOS.COM - PM Inggris Raya Theresa May berbicara setelah pemilu di Downing Street, London, Inggris, Jumat (9/6/2017). (JIBI/Solopos/Reuters/Stefan Wermuth)

Partai Konservatif pendukung Theresa May gagal memenangi pemilu Inggris sekaligus menggagalkan proses soft Brexit.

Solopos.com, JAKARTA — Pemimpin Uni Eropa khawatir kekalahan partai pengusung Perdana Menteri Inggris Theresa May dalam pemilu legislatif Inggris akan menghambat proses pembicaraan mengenari keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Seperti diketahui, awalnya proses negosiasi Brexit dijadwalkan akan dilakukan pada 19 Juni 2017. Adapun batas waktu terakhir proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa pada Mart 2019. Namun, dengan gagalnya Partai Konservatif memenangi mayoritas kursi di Parlemen Inggris, diperkirakan akan menggagalkan proses soft Brexit.

“Dengan adanya peristiwa ini kami tidak tahu kapan perundingan Brexit dimulai. Namun kami harus tahu kapan perundingan itu harus diakhiri,” kata Donald Tusk, Presiden Dewan Uni Eropa, seperti dikutip Reuters, Jumat (9/6/217).

Adapun, apabila proses negosiasi mengenai hubungan baru antara Inggris dan Uni Eropa gagal dicapai hingga 2019, maka secara otomatis Inggris akan ditempatkan sebagai negara-negara lain yang berada di luar blok terbesar di Eropa tersebut. Akibatnya kedua kawasan tidak lagi memiliki hubungan atau kesepakatan khusus.

Kebijakan itu dilakukan demi memberikan kepastian hukum dan menghindari gejolak politik yang akan mengganggu para pebisnis. “Lakukan yang terbaik untuk menghindari ‘tidak ada kesepakatan’ sebagai hasil dari tidak adanya negosiasi,” lanjut Tusk.

Sementara itu, Guenther Oettinger, anggota eksekutif Uni Eropa dari Jerman memperingatkan bahwa kepemimpinan Inggris yang lemah merupakan masalah bagi Uni Eropa. “Kami memerlukan sebuah pemerintahan yang dapat bertindak tegas. Dengan mitra negosiasi yang lemah, ada bahaya bahwa negosiasi akan berjalan buruk,” katanya kepada stasiun radio Deutschlandfunk.

Adapun dalam proses pemilu legislatif di Inggris, Partai Konservatif yang merupakan partai terbesar di Inggris hanya mampu meraup 313 suara. Sementara itu lawannya Partai Buruh mengantongi 260 suara. Padahal, diperlukan 326 suara untuk memenangi pemilu tersebut.

Alhasil, setiap keputusan May harus dikompromikan dengan parlemen Inggris yang telah terfragmentasi. Padahal, apabila Partai Konservatif menang, May tidak akan terlalu banyak direpotkan oleh desakan dan permintaan dari Partai Buruh.

Di sisi lain kekalahan Partai Konservatif ini akan menjepit May. Fragmentasi di tubuh parlemen Inggris akan membuat May sulit menjadikan Inggris satu suara dalam perundingan Brexit.

May sendiri menghendaki adanya soft Brexit di mana Inggris masih mampu memiliki hubungan istimewa dengan Uni Eropa. Salah satu hubungan istimewa itu adalah diperbolehkannya Negeri Ratu Elizabeh memiliki akses bebas di sektor finansial dengan Uni Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya