SOLOPOS.COM - elizabeth bathory (google)

elizabeth bathory (google)

Di saat Count Ferenc Bathory mengobarkan semangat di medan peperangan, tak disadarinya bahwa istrinya yang dipenuhi semangat keremajaan, senantiasa kesepian tinggal di kastil. Disebutkan, Countess Elizabeth Bathory, mempunyai kebiasaan mengagumi kecantikannya sendiri.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Tak ayal, karena suaminya lebih banyak berada di medan perang, kecantikan dan kemudaannya itu seolah tak ada lagi yang mengagumi dan menikmatinya. Sebagai bentuk kompensasi dari rasa kesepian dan frustasi tak adanya orang yang memuja kelebihannya itu, Elizabeth pun mulai bermain api.

Semenjak suaminya jarang menemaninya, Elizabeth mulai sering menjalin hubungan gelap dengan kekasih-kekasihnya. Tak seperti suaminya yang sering meninggalkannya sendirian, kekasih-kekasih gelapnya itu selalu siap melayaninya, memujanya dan memenuhi segala keinginannya.

Bahkan, Elizabeth pernah melarikan diri bersama salah seorang kekasih gelapnya. Namun kemudian dia kembali lagi. Eloknya, suaminya memaafkannya.

Nyatanya, kesalahannya itu serta sikap pemaaf suaminya tak juga menjadi obat penyembuh atas rasa ketagihan Elizabeth akan kepuasan seksual. Bahkan Elizabeth memulai petualangannya di dunia seksualitas dengan seorang biseksual.

Selain tetap melayani suaminya, menjalin hubungan gelap dengan para kekasih gelapnya, Elizabeth melakukan hubungan seksual dengan bibinya, Countess Klara Bathory.

Perjalanan gelap Sang Countess bermula ketika dia kemudian mulai terpengaruh dengan aliran satanis yang diajarkan oleh salah seorang pelayan dekatnya, Dorothea Szentes, biasa disebut Dorka. Karena pengaruh Dorka, Elizabeth mulai menyenangi kepuasan seksual dengan cara penyiksaan yang dilakukannya terhadap pelayan-pelayan lainnya yang masih muda.

Selain Dorka, Elizabeth dibantu beberapa pelayan terdekat lainnya, yaitu suster Iloona Joo, pelayan pria Johaness Ujvari dan seorang pelayan wanita bernama Anna Darvula, yang merangkap sebagai kekasih Elizabeth. Bersama mereka, Elizabeth mengubah tempat tinggalnya, Istana Cachtice, menjadi pusat teror dan penyiksaan seksual.

Berbagai jenis penyiksaan untuk mendapatkan kepuasan pun dilakukannya. Para gadis muda yang jadi pelayannya tersebut disiksa dengan berbagai bentuk penyiksaan, seperti diikat, ditelanjangi lalu dicambuk, digigit dan juga penyiksaan dengan menggunakan berbagai alat untuk menyakiti bagian-bagian tubuh tertentu.

Hingga saat Count Ferenc meninggal pada 1600, kelakuan menyimpang Elizabeth semakin menjadi-jadi. Era teror yang sesungguhnya pun dimulai.

Memasuki usia 40 tahun, Elizabeth menyadari kecantikannya mulai memudar. Kulitnya yang semula mulus mulai menunjukkan tanda-tanda penuaan dan keriput. Meskipun tanda-tanda penuaan itu merupakan proses alami manusia akibat pengaruh usia, Elizabeth yang merupakan seorang pemuja kesempurnaan dan kecantikan, tak mau menerimanya.

Oleh karena itu, apa pun dilakukannya demi mempertahankan kecantikannya. Elizabeth bersumpah untuk menentang alam yang telah menjadikan kecantikannya memudar dan layu.

Apa saja yang dilakukan Sang Countess untuk meraih kembali kecantikan masa mudanya? Teror-teror seperti apa yang dilakukannya untuk menantang sang waktu demi kecantikan abadinya? (Bersambung Bagian III)

Dari berbagai sumber

Bagian I

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya