Solopos.com, BOYOLALI – Jumlah kematian ikan di Waduk Kedung Ombo (WKO) Boyolali, tepatnya di Dukuh Bulu Serang, Desa Wonoharjo, Kecamatan Kemusu, Kabupaten Boyolali terus bertambah.
Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Boyolali mencatat terdapat 175 ton ikan mengalami kematian massal akibat fenomena upwelling.
Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian
Kepala Disnakkan Boyolali, Lusia Dyah Suciati, melalui Kepala Bidang (Kabid) Perikanan, Nurul Nugroho, mengungkapkan 175 ton ikan yang mati tersebut berdasarkan data pada Senin (2/1/2022) hingga pukul 13.30 WIB.
“Awal kejadian Sabtu [31/12/2022] pagi jam 07.00 WIB sampai dengan hari ini Senin. Data terakhir ada 32 petani terdampak dengan total kerugian sekitar Rp4,725 miliar,” jelasnya saat dihubungi Solopos.com, Senin sore.
Sebelumnya, ia menyebut kejadian bermulai sejak Sabtu (31/12/2022) pagi sekitar pukul 07.00 WIB. Nugroho mengungkapkan penyebabnya kematian massal karena cuaca sepekan tanpa sinar matahari sehingga kondisi air dingin dan terjadi upwelling sekaligus drop oksigen (DO).
“Untuk upaya yang dilakukan ada pemindahan keramba dari titik yang aman upwelling dan dipompa pakai diesel air untuk menaikkan DO,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan upwelling adalah kejadian naiknya massa air bawah waduk Kedung Ombo yang banyak mengandung racun amonia ke permukaan sehingga meracuni ikan dan terjadi kematian massal.
Nugroho menjelaskan sumber terbesar racun amonia berasal dari sisa pakan dan kotoran ikan dari budidaya KJA.
“Fenomena upwelling sering terjadi karena overload KJA dan terlalu intensifnya budidaya ikan dengan sistem KJA,” kata dia.
Ia merekomendasikan beberapa hal seperti petani segera memanen ikan yang sudah masuk ukuran jual.
Kemudian, pembatasan jumlah keramba di KJA WKO, pemantauan kualitas air secara berkala, efisiensi pemberian pakan ikan di KJA WKO, re-zonasi KJA di WKO, dan aplikasi sistem SMART KJA untuk budidaya ikan yang ramah lingkungan di WKO.
Nugroho juga menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan Disnakkan Boyolali antara lain pendataan dan verifikasi jumlah ikan mati serta jumlah pembudidaya terdampak. Kemudian berkoordinasi dengan pimpinan dan stakeholder terkait untuk penanganan lebih lanjut.
Selain itu, lanjut dia, kejadian tersebut dilaporkan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan tepatnya di Direktorat Jenderal (Dirjen) Budidaya.
“Kematian massal ikan karena fenomena upwelling sendiri merupakan siklus tahunan yang sering terjadi di hampir semua waduk dengan budidaya ikan KJA. Sangat perlu pendampingan dan penyadaran kepada kelompok KJA akan pentingnya monitor kualitas air,” kata dia.
Sementara itu, Kasi Pelayanan dan Kesra Desa Wonoharjo, Pujiyanto, menjelaskan sisa-sisa ikan di keramba petani bervariasi ada yang 25 persen hingga 50 persen. Namun, ia belum bisa memastikan jumlahnya karena petani masih kecapaian untuk mendata sisa ikan.
Pujiyanto juga menyatakan ia mendata by name by address, kerugian yang diderita petani KJA mencapai 174,9 ton dengan 33 petani KJA terdampak.
Untuk kerugian, ia mengalikan 174,9 ton dengan harga per kilogram Rp25.000, maka dihasilkan kerugian Rp4,3725 miliar. Ia juga menyatakan data terus bisa terus bertambah karena fenomena upwelling masih belum tahu sampai kapan berhenti.
“Ini juga kelihatannya petani-petani sudah pada kecapaian. Saya tadi pagi cek ke tengah [keramba] bau bangkai ikannya sudah sangat menyengat, artinya semalam enggak dikubur,” jelasnya.
Pujiyanto berharap ke depan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali dan instansi terkait bisa memberikan bantuan.
“Entah itu bantuan permodalan atau bibit ikan. Atau malah sejenis pelatihan dari Dinas Perikanan agar hal ini tidak terjadi lagi. Misal terjadi pun bisa diminimalisir,” harap dia.
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
